Dying Together

DYING TOGETHER
by theDreamer (visit me!)

HomeSweetHome SUNDAY 13pm

“Onyiiiiiiiiit!!!”
Ugh, suara mamiku. Siapa lagi?

“Iya, ma... bentar!” teriakku. Tanganku yang sedari tadi sibuk menulis novel akhirnya kuhentikan juga. Ih, mama gangguin aja!

“Onyit, kamu ini gimana sih? Kan mami udah pesen ke kamu. Hari ini jatah kamu beli telur ke market! Tuh kulkas kosong, mana hari ini bakal ada tamu lagi! Kamu itu udah gede, Onyit! Udah SMA! Masak ngingetin hal kayak gitu aja *bla bla bla*..”

Aku tertunduk mendengar celoteh mamiku. Oh, sori, maksudku bukan celoteh, tapi nasehat yang berguna dan bermanfaat.

Mamiku bener-bener reseh.
Masak sih aku disuruh belanja ke market kayak ibu-ibu. Terang aja kutolak dengan matang-matang, gimana enggak coba? Masak aku yang baru kelas 12 SMA musti ke pasar beli kebutuhan rumah. Padahal mami kan udah menyandang predikat sebagai Ibu Rumah tangga yang baik hati dan senantiasa menabung untuk bekal di hari tua. SREET! Kuralat predikat itu sebagai Mami Rumah Tangga yang doyan perintah-perintah dan ngerumpi di arisan.




“.. sekarang kamu pergi ke market. Pokoknya mami nggak mau tahu. Kamu musti beli telur sama sayur!”

“Kapan mi?” akhirnya aku bisa bicara, tentunya dengan gaya cuek.

“Kemaren! Ya sekarang dong!” ujar mami sambil misuh misuh ngambilin daftar belanja (tahu nggah lo? panjangnya 10 cm!)

“Uangnya mi?” tanyaku begitu ngeliat mami cuma ngasih daftar belanjaan doang.

“Pake punya kamu dulu!”

Anjrot!
Ih, mami nyebelin! Nyebelin! Nyebelin! Masak Onyit yang cantik dan baik hati ini musti belanja dengan uang sakunya. Oh, betapa menderitanya kau Onyit. Aku cuma mendesah, aku sadar betul posisiku di rumah ini. Meski aku sebal sama mamiku, aku tetep sayang sama dia, dia adalah sumber inspirasiku, dan semua itu kutuangkan ke dalam novel-novel karyaku sendiri. Onyit nggak pernah ngebantah apa yang jadi perintahnya. Mami Onyit adalah mami kesayanganku, yang tegas dan punya citra sendiri. Onyit sayang mami!

Pikiranku kembali lagi ke daftar belanjaan. Telur ¼ kg, bayam, buncis, wortel, mie, iga sapi, udang ebi, jeruk 2 kg, selai, shampo, clean ‘n clear... Anjrot! Ada 50 ribu lebih tuh! Payah nih, uang sakuku yang cuma 100 ribu perak per dua bulan itu musti kukorbanin! (Tapi aku tahu kok, mami bakalan ganti, dan ada bonusnya, tapi.. 2 minggu lagi!)


***
Tari’s Market Shop – Lantai 2 lorong ‘Makanan’ Sunday 14pm

Kereta dorong tempat belanjaan kudorong pelan-pelan. Aku masuk ke konter dengan label di atasnya ‘sayur & buah’. Kutuju langkahku menuju ke situ dan...

“Onyit! Ngapain lo di sini!??”

Itu suara berat dan khas miliknya... Toni!


“Toni?? Lo sendiri lagi ngapain? Aduh... Cowok belanja??” semburku sambil mendekati Toni yang sedang menggenggam beberapa kaleng minuman.

“Ah, elo, Nyit! Nggak ada salahnya kalee. Ini juga tuntutan my lovely mummy! Lo sendiri?”

“Cari jeruk” jawabku singkat sambil memilih-milih jeruk di depanku.

“Sama dong! Bantuin gue dong, Nyit!” ujar Toni, suara serak dan beratnya lucu banget!!

“Ghhhiiiyyyhhaaa..” tuturku, yang kemudian kulanjutkan dengan terkikik geli menirukan Toni. Toni hanya menatapku sinis, tatapan yang khas. Dia emang tipe cowok yang cuek bebek.

“Ini, nih yang baik..” kataku sambil menunjukkan contoh jeruk pada Toni. Jeruk oranye segar dan berukuran besar.

“Wah, pinter juga lo! Buat gue yah!” kata Toni sambil menggapai tanganku.

“Ih, enak aja!! Cari sendiri! Gue kan cuma bantu! Week!” aku menjulurkan lidah pada Toni. Dia lagi-lagi hanya tersenyum. Oh... senyuman sinis yang... SINIS!!!

Aku suka Toni!

Toni adalah tipe cowok yang lucu. Aku tertarik padanya sejak semester dua saat kelas 10 dulu. Perkenalanku sama dia emang agak-agak aneh juga, dia tampak kikuk banget waktu itu. Itu pun juga karena sebelumnya dia adalah teman dari teman karibku, Nia. Nia gendut dan cempreng, dia gokil persis seperti Toni! Tapi kalau Toni, cowok perfect deh buatku! Tinggi semampai, suka caper dan kulitnya putih kecoklatan. Tampangnya nggak begitu keren, bibirnya merah tebal dan hidungnya lebih besar dari matanya (hehehe, nggak segitunya sih, tapi aku gemes tiap ngeliat idungnya). Rambutnya cepak, sedikit jabrik ke atas. Tubuhnya gempal, dan tampaknya dia bocah yang doyan makan!!

“Ntar pulang ada yang nganter?” ujar Toni kemudian, setelah selesai mengantongi beberapa jeruk (kulihat warnanya banyak yang pucat, ada yang masih hijau dan ukurannya tidak besar, cowok nggak pinter milih sih!)

“Nggak, tuh? Emang kenapa?” jawabku juga setelah selesai mengantongi jeruk yang lebih mendingan dari punyanya Toni.

“Kalo gue anter mau nggak?” tawarnya.

“Enggak, ah! Ntar gue diculik!” gurauku. Toni memicingkan matanya.. oh, mata yang tajam!

“Ya, udah! Ke kasir yuk!” timpal Toni.

“Ih, ngambek! Muka udah jelek jangan ngambek, ntar tambah jelek! Gue mau kok, tapi gratis kan?” sergahku cepat-cepat, cewek mana sih yang nggak mau dianter pulang cowok macem Toni??

“Yes! Gitu dong! Yuk bayar..”

“Ih, buru-buru amat! Gue belum selesai belanja kalee...” kataku sambil mulai menarik dorongan. Toni juga mulai mengikuti.

“Aduh, pasti mau beli make-up..” ledek Toni.

“Enak aja! Pegangin, nih!” sahutku sambil menyodorkan daftar belanjaan pada Toni. Toni hanya meringis lalu terkikik sambil meledekku. Aku sok jual mahal pada dia, dan Toni justru makin menunjukkan sikap-sikap yang membuatku makin nyaman dekat dengannya!

Sepanjang lorong-lorong dagangan, aku ngobrol banyak sama Toni. Udah beberapa minggu ini aku nggak ketemu Toni, dia sibuk ngeband dan aku jadi rindu sama dia! Kesempatan ngobrol itu kugunakan baik-baik sambil mencari celah, apa yang sebenarnya dirasain Toni ke aku. Sejauh ini sih, aku hanya manggut-manggut. Dia selalu mengawali pembicaraan kita, mulai dari hobi, warna favorit, zodiak dan musik. Aku nggak tahu dia lagi PDKT sama aku apa nggak. Tapi yang jelas, aku berharap IYA!

“..Tujuh puluh lima ribu lima ratus, pas kalau bisa, ya Mbak” ujar kassa saat aku membayar.

“Aduh, gue nggak punya lima ribuan nih!” kataku begitu kubuka dompetku dan tidak menemukan uang lima ribuan, hanya selembar berwarna biru, selembar hijau, dua lembar ungu dan koin-koin receh.

“Gue ada, kok!” ujar Toni sambil menyodorkan selembar lima ribuan padaku. Wow!

“Thanks, ya! Kuganti kapan-kapan ya..” kataku, Toni mengangguk. Kubayarkan belanjaanku dan kutunggu Toni.

“Yuk, Nyit!” ujar Toni. Dia juga menawarkan tangannya untuk membawakan belanjaanku. Amazing! Apakah dia juga nge-feel sama aku??


Parkiran Tari’s Swalayan Shop Sunday 15.30pm

“Toni, makasih, ya!” ujarku, sementara Toni sedang menggantungkan belanjaan.

“Ah, sama-sama. Untung gue bawa dua helm nih!” respon Toni sambil menyerahkan helm padaku.

Rasanya mimpi!!

Rasanya nggak mungkin!!

Akhirnya aku bisa bareng sama Toni, cowok super keren!!

Toni mulai men-starter kontak motornya.. Aku sudah membonceng dan memegang pinggangnya. Oh! Bukannya aku kegatelan, tapi Toni menyarankan aku melakukannya. Bukankah itu juga demi keselamatanku juga?? Yang penting tangan Toni tetap di handle sepeda motornya aja!

Rrrr..nggg...
Toni mulai mengantarkanku pulang.


H-S-H Sunday 16pm

“Gue mampir boleh kan, Nyit?” tanya Toni.

“Nggak boleh!” gurauku, sambil mengangguk pelan dan turun dari motor Toni. Toni lalu mengikutiku masuk menuju ke rumah.

“Ma..ma... Onyit pulang!! Assalamualaikum!” seruku sambil membuka pintu.

“Onyit!! Nggak usah tereak-tereak beri.. oh, ada nak Toni rupanya!” mamiku yang hendak menyembur terdiam gitu aja ketika keluar dan ngeliat Toni. Toni memang mematikan!

“Sore, Tante, maaf ngeganggu nih..” kata Toni.

“Ah, nggak pa-pa, duduk yuk, duduk...” ujar mamiku. Kedatangan Toni ke rumahku bukanlah yang pertama, dia sering main ke rumahku. Ups... tiba-tiba aku berpikir, jangan-jangan dia nge-feel sama gue! Ih, nggak mungkin deh, gue kan ordinary!

“Makasih, Tante...” jawab Toni.

“Bentar, ya Toni...” kataku sambil membawa belanjaan masuk.

“Jangan kelamaan Nyit, ntar gue keriput!” ujar Toni.

“Ih, nak Toni ngeledek Tante, ya? Iya, sih, tante udah sedikit keriput..” kata mamiku, Toni jadi salah tingkah.

“Nggak, kok Tante. Bukan begitu, maksud Toni..”

“Hooh, Tante juga bercanda kok, yuk nak Toni, tante mau ngurusin arisan dulu...” kata mami. Sedikit kulihat ada aura gembira di wajah Toni – ha, kenapa tuh anak??

Seperempat jam kemudian..

“..Hahah! Gue juga tuh sama si siapa tuh... Nia! Dia pernah kejedot tembok pas lagi mau keluar kelas”
“Yang bener loh! Penyok dong si Nia?? Ha ha ha!!”

Aku dan Toni tertawa, obrolan kami ringan-ringan tapi aku sangat menikmatinya. Apalagi Toni adalah tipe pembicara yang baik. Cerewet dan nggak pernah mau diem. Musti disumpal dulu kalau mau bikin diem dia kayaknya.

“Udah, sore nih Nyit. Gue pamit dulu ya...” kata Toni kemudian.

“Yah, lagi seru nih.. Ntaran dong...” kataku. Udah jam 5 sore, tapi aku pengin lebih lama sama Toni.

“Udah sore, Nyit. Salam ya buat mami lo...” kata Toni. Aku kemudian mengangguk. Toni kemudian ngeloyor pergi. Kutatapi dia terus.

THIS IS MY SPECIAL DATE!!

Bukan nge-date sih, tapi.. anggep aja gitu.. Sya la la la la...


H-S-H Sunday 7pm

“Setitik kalbu tak akan pernah kering ketika kulihat wajahmu yang ayu
Dibalik daun kulihat kerudungmu menyambut hatiku
Akankah ada kasih yang seperti dirimu”

Puisi konyol itu dikirim oleh Yudhi. Si kurang kerjaan yang katanya pengin jadi cowokku. No Way ya! Yudhi adalah tipe cowok playboy yang nggak kusukai. Pacarnya seabreg dan .. nggak logis kalo gue bakalan nerima dia jadi cowokku!! Kutegaskan lagi: NO WAY!!

Gue hapus sms kurker itu dan aku sibuk melanjutkan menulis novelku. Trit tu rutit triit.. Sial! Si Yudhi kampungan itu nelpon gue. JECT.. REJECT!! Kutekan keras-keras tombol warna merah di hapeku. Bengal banget tuh anak!

Trit..
Satu pesan diterima.
Pasti dari si Yudhi lagi!! Kubuka dan..

Kunyit berkata pada jahe, mengapa warnaku kuning. Jahe menjawab, itu karena kamu selalu ceria.
Jahe bertanya pada kunyit, mengapa aromaku wangi. Kunyit menjawab, itu karena kamu selalu membuatku ceria.
Kunyit bertanya pada jahe lagi, mengapa aku dipanggil kunyit. Jahe menjawab, itu karena kamu seperti Onyit.
Jahe bertanya pada kunyit, mengapa aku berwarna coklat. Kunyit menjawab, itu karena kamu rindu pada Onyit!

JGLEEK...
Rupanya ada sms yang jauh lebih tidak bermutu lagi. Aku yakin, Bu bahasa Indonesia akan memberi nilai C--- untuk yang satu ini. Tapi setelah kubaca berulang-ulang, aku baru terhenyak ketika masih ada lanjutan sms itu (spasinya dibuat panjang, jadi aku nggak nyangka ada terusannya).

...
Kunyit itu dipanggil Onyit.
Jahe itu dipanggil Toni.

JGLEEEEEEK...
Otakku mulai berpikir...

TONI RINDU SAMA AKU DONG KALAU GITU??

My...!!
Serasa melambung jauh, aku mulai membalas sms-nya. Balasannya juga sangat romantis. Aku sms-an sama dia sampai jam 10 malam dan dia mengakhirinya dengan kata yang selalu norak (tapi aku suka!).
.
Met bobok...
Mimpi indah, say...
Jangan lupa berdoa...

Sungguh fantastic!! Aku memejamkan mata. Semalaman aku diusik oleh kehadiran Toni di mimpiku!

***


School, MONDAY 7am

Upacara bendera!!
Sangat membosankan!!
Aku kepanasan, sementara itu pembina di depan nggak mengakhiri pembicaraannya juga! Ugh!

Tapi itu semua nggak berarti apa-apa. Karena Toni ada di belakangku!!

Hmm... nggak tahu deh, tapi thanks, Bapak Pembina Upacara, bicaralah yang lama saja, biar saya menikmatinya.. berdiri di depan Toni!

(Akhirnya, entah sadar atau enggak, upacara itu kelar juga..)

Di dalam kelasku yang bercat biru nan nyaman...

“Onyit!! Aduh, lama banget sih lo nggak nongol!” suara Nia, hmm...

“Dasar anak gajah. Baru juga kemarin nggak ketemu!” ledekku.

“Iya.. deh iya. Ya udah, Onyit cayo.. gue mau nebeng makanan dulu, ya! Dag!”

Aku tersenyum menatap temanku itu. Si Gendut dari gua kue tart!

“Onyit! Sini deh!” seseorang memanggilku.

“Oh, hai Toni! Ngapain?” tanyaku begitu melihat Toni di luar kelas. Toni cuma diam, dia kemudian membimbingku ke belakang kelas.

Aku mulai curiga melihat gelagat Toni.

“Nyit, udah lama penantian gue ke elo. Satu semester gue jalanin demi mengorek semua tentang diri lo. Dan... akhirnya penantian itu musti gue akhirin sekarang juga!” Toni berkata dengan sangat dramatis. Aku terbengong, berusaha sebaik mungkin mencerna kata-katanya, tapi..

“Maksud loh?” tanyaku, kata-katanya begitu susah kumengerti.

“Nyit, gue sayang sama lo..”

Treteret teret.... Terompet berbunyi. Bagaikan dikepung ribuan cupid, hatiku serasa terbang melayang. TONI NEMBAK GUE!! Sesuatu yang selalu kuimpikan TERKABUL!! Oh My...!!

“Ttt... Ton..., loe lagi nggak nglindur kan?” celetukku konyol.

“Nyit, gue serius. GUE CINTA AMA ELO...” ujar Toni.

Treteret teret tet tet... serasa ada terompet berbunyi lagi. Aku menghela napas panjang, Toni sedikit salah tingkah, pipinya yang putih dan chubby itu memerah. Telinganya nggak kalah merah. Aku berusaha setenang mungkin (padahal di dalam hati aku SANGAT MELAYANG!!)

“Ternyata gue nggak harus nebak-nebak elo lagi, Ton. Lo tahu? Selama ini gue ragu. Apakah lo suka sama gue. Dan akhirnya lo ngecerahin semuanya... Gue juga sayang sama elo, Ton..”

Aku berkata tidak kalah dramatis. Suasana belakang kelas untungnya sepi, sebab setelah selesai berkata begitu, Toni memegang kedua tanganku lalu dia membisik di telingaku, I love you...

Ohhh....

Hari Senin yang cerah, dengan hatiku yang berseri, dan wajah Toni nan rupawan... kujalin cinta itu mulai detik ini dengan Toni. Mimpi apa.. gue semalem! Iya dink.. ngimpiin Toni!! Ngomong-ngomong, karena tidak mau lama-lama berada di belakang kelas, aku dan Toni kemudian kembali ke kelas. Kali ini dia tidak sungkan lagi menggandeng tanganku, tapi jelas kutepis sebab aku tidak ingin ada orang lain yang tahu kalau kita baru jadian...

Kelas Biru Monday 7.45am

“Ya, udah Nyit, udah bel tuh.. Gue balik ke kelas gue dulu, yah.. Sambung ntar pas istirahat, ya!” kata Toni. Aku mengangguk. O.. pantas saja, ada si Yudhi rupanya. Yudhi mengerling ke aku dengan tatapan cintailah-aku yang SUPER NORAK!! Ih, untung gue udah ada yang punya! (psst, bukannya sombong loh..).

“Selamat pagi, anak-anak..” Prof. McGonogini (begitu julukanku pada guru bahasa Indonesia-ku) mulai memasuki ruang kelas biruku (kusebut begitu karena kelasku memang full biru). Di sebelahku ada Hermi, eits.. ini bukan fanfiction harry potter loh sampai ada nama-nama tokoh mereka muncul, tapi sebelahku memang namanya Hermi Lilia. Dia ce-esku juga, dan saat ini aku cenderung lebih sering dengannya ketimbang Nia, soalnya, ada gosip katanya Nia itu gimanaaa gitu.. (susah deh ceritanya).

“Mampus! Gue belum ngerjain PR!” Hermi berseloroh. HA? Ada PR?

“Emang ada PR?” tanyaku panik.

“Ada! Elo sih, pasti semaleman sibuk nulis novel??” Hermi balik nanya.

“Iya. Gimana nih!” sahutku, jawabanku tidak seluruhnya benar, sebab semalaman aku sms-an sama Toni.

Prof. McGonogini mendekati meja di depanku. Celaka! Neni sama Nuri udah ngerjain PR! Jangan-jangan cuma dua makhluk sial yang belum ngerjain PR di kelas biru ini!

“Hayo.. mana, nih PR-nya?” Prof. McGonogini mendatangiku... what!!

“Emm... tadi saya taruh di sini, sebentar, Bu..!” kataku pura-pura mengacak-acak isi laci mejaku. Hermi langsung tanggap dan dia mulai bantu.

“Iya, punya saya juga tadi di sini.. Mana ya..” Hermi ikut-ikutan. Aku yakin, pikirannya juga sama denganku: Semoga Profesor pergi duluan!

“Ayo.. cepat, Ibu tungguin”

DEG! Agh! Mau alasan apa lagi nih!

“Aduh, nggak ketemu nih!” kataku sepanik mungkin agar lebih meyakinkan. Hermi juga mengaduh-aduh riang. Seisi kelas sibuk dengan urusannya masing-masing, jadi tidak ada yang merhatiin kami.

“Nggak ketemu atau nggak ngerjain??” Prof. McGonogini mulai menginterogasi! Rasanya pengin kabur!!

“Saya udah kok, Bu!” tentang Hermi (drama yang baik Hermi! Kuberi nilai A+)

“Saya juga! Tapi tadi saya taruh di..”

“Hilang? Ya udah, kerjain lagi sana ke perpus!” bentak Prof. McGonogini dengan tatapan tidak percayanya. Mampus!

“Ya, kok gitu sih Bu!” kita berdua kemudian saling protes.

“Kerjakan dua kali karena protes!”

BLEP! Mulut kami kemudian terdiam. IIIIIHHHH!! Reseh! Reseh!

Hari Senin yang cerah, dengan hatiku yang berseri, dan wajah Toni nan rupawan.. dan Prof. McGonogini yang reseh!!!

Akhirnya dengan langkah nge-be-te-in, aku dan Hermi menuju ke perpustakaan. Padahal udah PW di kelas, malah disuruh go out. Thanks, mum! Akhirnya aku keluar kelas, dan terbelalak ketika kulihat di lorong menuju perpus.

Rupanya Prof. McGonogini adalah sumberkeberuntungan keduaku!

Kulihat Toni sama Yudhi lagi di perpus, mereka tongkrong di depan perpus sambil ngobrol. Toni melihatku saat aku keluar. Dia lalu bangkit memicingkan mata, kelihatannya dia ingin meyakinkan kalau memang aku yang keluar dari kelas. WOW!!

Hermi kutarik cepat-cepat ke perpus. Dia terpekik sedikit.

“Onyit! Ngapain lo keluar sama nenteng buku kayak gitu?” si Toni langsung menanyaiku. Yudhi memasang tampang mesumnya! JIJAY!!

“Panjang ceritanya! Yang jelas gue mau masuk! Lo ikut ya!” pintaku pada Toni. Toni segera mengangguk, lalu dia menyudahi obrolannya dengan Yudhi. Yudhi adalah teman ‘sepenanggungan’ Toni, jadi saat Toni memintanya pergi duluan, dia nggak bakal nglawan.

Aku, Hermi dan Toni masuk ke perpus. Rupanya jam pertama kelasnya Toni kosong.

“Oh.... jadi, lo berdua disuruh kerjain PR! Makanya, Nyit nggak usah tidur kemaleman!” ujar Toni setelah kuceritakan apa yang terjadi.

“Enak aja! Ini juga salah lo sms gue sampe larut!” ups, aku keceplosan di depan Hermi.

“Ha?? Jadi lo nggak nulis novel, Nyit? SMS-an sama Toni.. wah, jangan-jangan! Ngaku kalian berdua.. Gue nggak seneng kalo ntar jadi obat nyamuk.. kalian berdua jadian kan?” interogasi Hermi lebih parah dari interogasi Prof. McGonogini.

Aku dan Toni tersipu-sipu.

“Kita baru satu jam jadian, kok...” akuku, Toni sempat mendelik, tapi biarin aja, Hermi adalah sahabatku juga!

“WAH!! Makan-makan dong!” pekik Hermi, mulutnya langsung kututup. Ih, ini anak!

“Psst! Jangan keras-keras dong!” kataku. Toni hanya diam, dengan muka sinis yang cute itu...

Hermi adalah makhluk pertama yang tahu tentang aku dan Toni.

Yah... seenggaknya Hermi bisa jaga mulut aja. Tapi rupanya setelah selesai mengerjakan PR yang dobel dua kali, aku dan Toni tidak bisa menutupinya. Saat istirahat, Toni dan aku mojok di kelas, ngobrol dan Toni tampak dekat denganku. Pandangan curiga datang banyak dari makhluk-makhluk penghuni kelas biru. Akhirnya saat pulang sekolah, mereka mensorakiku ketika aku dibonceng Toni! Aku ketahuan deh! Tapi toh cepat atau lambat mereka juga bakalan tahu kan? Jadi I-dont-care!


H-S-H 14pm

“Elo sih, Ton! Pake deket-deket gue. Harusnya kan lo sedikit lebih biasa..” aku misuh-misuh, soalnya agak risih juga sih diliatin orang-orang begitu.

“Ah, lo kok jadi bawel gitu.. Lo nggak seneng ya kita jadian..?” tanya Toni. Ups, aku terlalu kolot rupanya.

“Ih, enggak gitu! Onyit sayang sama Toni! Toni sayang sama Onyit!” kataku manja. Toni meninju lenganku dan terkekeh.

“Just kiding kalee!” ujarnya. Dan aku tertawa-tawa.

“Ton, ngomong-ngomong kok gue ngerasa aneh ya sama Yudhi..” kataku mulai pindah topik.

“Aneh gimana?” tanya Toni, lengannya dibuka lebar-lebar ke kursi. Gaya macho cowok yang cute!!

“Dia tuh sering mandangin gue aneh gitu, kemaren dia juga sms aneh-aneh.. Jangan-jangan dia suka sama gue!” kataku. Tangan Toni langsung mendekap lagi.

“Ha? Jadi lo ngerasa juga? Tapi tenang aja, gue udah cerita kalo kita jadian sama dia..” sahut Toni. Pyuff... Udah beres dong!

“Tapi..” gumam Toni. What’s up!!

“Dia jadi aneh gitu perangainya.. Gue sempet nanya sama dia kenapa. Dan dia ngaku kalo dia suka sama lo, Nyit!” sambung Toni.

“Yudhi suka sama gue??” kataku setengah tidak percaya. Pikiranku langsung ke ‘terus bagaimana persahabatan lo?’.

“Hooh. Gue sempet gak enak gitu, tapi dia mau ngerti kok. Gue ma dia baek-baek aja..” seolah bisa membaca pikiranku, Toni menjelaskan.

Wah, banyak restu yang datang!
Mami yang selalu baek sama Toni! Hermi yang selalu ngedukung kita dan Yudhi yang nggak marah sama Toni!

“Syukur deh kalo gitu!” aku manggut-manggut.

Dan sampai menjelang sore itu, Toni masih di rumahku sampai waktu yang lamaaa...

Sore di Senin yang indah dan cerah...


H-S-H SATURDAY 8pm

Wah, satu minggu udah berlalu dan aku nggak tahu deh gimana! Terlalu banyak pengalaman yang menarik sama Toni. Seru, seru dan seru...

Tiap hari dia selalu negokin aku ke kelas.

Duduk di sampingku.. ngobrol ini itu...

Dan... TERLALU INDAH untuk kuceritakan!! Jadi, bayangin sendiri aja deh...

Saat ini aja aku lagi sms-an sama Toni.

Kunyit, besok ikut jahe ke perkebunan teh yuk! – Sender: Si Jahe

Dia ngajakin aku nge-date yang sesungguhnya besok Minggu. Betapa senangnya hatiku!

Nggak mau, Kunyit nggak seneng sama Teh, Kunyit senengnya sama Jahe!

Dan tentu saja itu hanya gurauanku saja.

Tapi nggak ada perkebunan jahe di kota kita kan? Ntar kalo ada, Jahe yang satu ini dilupain dong ^-^.. – Sender: Si jahe

Nggak bakal lupa. Kunyit mau deh.. ke kebun Teh, soalnya ada Jahe sih...


Konyol banget, Toni si Jahe itu sms aku. Itu yang kuseneng dari Toni, dia selalu bisa menghiburku.

***


Halaman itu sudah selesai. Diary Onyit yang selesai kubaca. Halaman-halaman selanjutnya kosong.

Aku menutup diary itu. Lalu kudekap erat-erat. Air mata mulai mengalir pelan.

Jauh kau pergi meninggalkan diriku...
Di sini aku merindukan dirimu..

Lagu itu terngiang di benakku. Lagu pop yang kubenci setengah mati itu terus terngiang di benakku. Onyit yang tinggal kenangan. Aku nggak bisa melupakan kejadian itu, sehari setelah nge-date di perkebunan teh. Setelah foto-foto berbagai pose... Dan setelah kuantar pulang, keesokan harinya. Hari Senin, tepat satu minggu aku dan Onyit jadian...

Oh...

Dia tidak masuk sekolah. Saat aku memasuki kelasnya, teman-temannya menangis semua. Kutanya Hermi dan dia langsung terisak keras.

Onyit meninggal.

Jantungku serasa mati. Aku serasa tidak percaya. Rasanya baru kemarin malam aku sms mesra dengannya.

Itukah sebabnya sms-ku tidak terkirim.
Itukah sebabnya aku tidak bisa tidur.

Onyit meninggal.

Ya, aku masih shock mendengarnya.
Kita baru satu minggu jadian dan bahkan belum sempat merayakannya.

Aku ingat betul cerita Nia setelah beberapa saat kemudian. Nia bercerita padaku kalau Onyit masuk rumah sakit hari Minggu jam 7 malam itu. Penyakit jantungnya kumat.

Onyit belum pernah cerita apa pun perihal penyakitnya padaku. Selama ini aku melihatnya sebagai anak yang aktif dan ceria. Tapi rupanya dia menyembunyikan penyakit bawaannya dari kecil. Dia menderita sakit jantung sejak lahir.

Onyit! Kenapa lo nggak cerita itu dari dulu! Tahu gitu gue bakalan jaga lo lebih baik lagi!!
Onyiit!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Hatiku serasa perih. Sambil bergetar, di bagian akhir diary Onyit, kutuliskan pelan pesan.. semoga Onyit tahu...

What must I do for her

Should I dying to - get - her..

Why I’m not dying together with my lovely Onyit!

Apa yang mesti kulakukan untuknya
Bisakah aku mati untuk mendapatkannya
Kenapa aku tidak mati saja bersama Onyit sayangku!!


TAMAT


Only FACTFICTION, ada bagian yang nyata, dan banyak yang bohong.. ^_^ cari sendiri ya!