Because I Can Biiiitch

BECAUSE I CAN BITCH
(By Barzam Freetobe Hisself)

Disclaimer : Ava adalah milik Supernatural. Supernatural adalah milik Eric Kripke. Dan ini hanyalah sebuah fanfiction yang tidak bermaksud mengubah jalan cerita seri Supernatural. Dan kesemuanya ini hanya just for fun. Tidak lebih.

Timeline : Eps. “Hunted”


Pagi ini, aku sedang berjalan menyusuri jalan di sebuah taman. Yah, sebelah kanan kiriku memang tidak ada pemandangan lain selain segerombolan anak-anak kecil bermain. Lucu sekali memperhatikan tingkah polah anak-anak kecil itu. Hmm... jadi tidak sabar rasanya memiliki anak bersama tunanganku, Nathan setiap kali melihat keceriaan yang terpancar dari wajah anak-anak itu. Oh, ya aku bekerja sebagai sekretaris di sebuah kantor. Sebab itu tiap hari aku harus melewati jalan di taman ini.

“Hi Ava!” tiba-tiba ada seseorang memanggilku, suara yang cukup familiar.

“Oh, hai Will!” rupanya itu William. Teman satu kantor dan tetangga meja sebelah. Aku menoleh dan mengerling kepadanya, sedikit genit memang.

“Gimana lembur kemarin?? Beres??” tanyaku pada William kemudian.

“Lumayanlah, udah delapan puluh persen jadi..”

“Tumben bisa tepat gitu. Biasanya molor sampai tiga hari”

“Aku sedang rajin, Ava! Hahaha.. Apa kabarnya Bob?” tanya William, dia menanyakan Bob, tunanganku.

“Baik-baik saja—kurasa. Meski akhir-akhir ini aku melihat dia agak seperti orang kurang waras”

“Haha.. Mungkin kau harus sering-sering melarangnya pergi clubbing!” William membenarkan posisi kacamatanya yang sedikit turun. Aku hanya tersenyum simpul dan melanjutkan berjalan bersama William menuju kantor.

Itu dia, tembok dengan warna cat krem yang halus sudah tampak. Itu kantor tempatku bekerja. Letaknya memang agak aneh, tidak bisa dimasuki kendaraan bermotor karena berada di tengah-tengah taman. Taman itu memang lahan milik kantorku, dan tentu saja menjadi ciri khas sendiri.

“Mowning, Will and Ewa..!” suara Catharine langsung menyapa. Mulutnya dipenuhi dengan makanan! Huh! Pagi-pagi begini sudah makan! Dasar resepsionis tukang makan.

“Pagi juga, Cat!” sapaku balik sambil mengelap-elap pipiku dengan maksud agar Cat membersihkan pipinya yang belepotan noda kuning-kuning.

Aku dan William kemudian masuk menuju lift. Yah! Kesibukanku akan segera dimulai!

Itu ruang kerjaku. Sebuah meja kaca dengan komputer yang sudah agak jadul. Aku duduk di kursiku, kulihat William juga sedang membereskan mejanya dan meletakkan berkas-berkas. Mejaku jelas lebih rapi.

“Ava Wilson.” itu bosku, Mr. Lawrence.

“Oh, selamat pagi, Sir..” sahutku setengah grogi.

“Ini ada data yang perlu kamu ketik kembali” Mr. Lawrence menyodorkan setumpuk kertas dengan penuh guratan-guratan hitam (mengerikan!).

“Okey, Sir” aku menerimanya sambil mengangguk.

“Kerjakan dengan baik! Dan untuk Semuanya..! Selamat Pagi dan selamat bekerja!” bosku menyapa semua karyawan yang ada di situ kemudian dia kembali masuk ke ruangannya.

“Sarapan pagi yang lezat!” gumamku.

“Haha.. nikmati saja Ava” William meledekku.

Kunyalakan komputer di depanku. Sambil menunggu, aku membolak-balik berkas yang akan aku ketik. Oh tidak, 75 lembar! Mudah saja sih sebenarnya bagi seorang juru ketik sepertiku, tapi.. 75 lembar ditambah 230 lembar berkas yang belum kuselesaikan kemarin! Ini jelas mimpi buruk. Aku tidak ingin lembur!

Monitor di depanku seolah tersenyum mengejek, kuhidupkan program dan mulai kuketik berkas itu satu per satu.
Tick tack tick tack tick.. suara keyboard yang sangat nyaring!

Kutengok jam di layar komputer beberapa saat kemudian. Rupanya sudah dua jam aku mengetik dengan mata tetap menatap layar monitor dan kertas-kertas pekerjaan.

“Ava my special kido..”

Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang memanggilku. Tatapanku masih tertuju pada layar komputer. Aku menoleh pada arah suara itu.. hei!! Astaga! Aku berada di mana??? Begitu aku menoleh, tidak ada dinding sekat. Tidak ada William. Tidak ada ruangan! Hanya kabut dan asap tebal yang pekat. Apakah aku bermimpi???

Aku bangkit dari kursiku. Kemudian aku bergerak maju, menoleh ke kanan kiri. Dan GELAP!! Tidak ada apa pun di situ. Hanya seperti ada bebatuan di kejauhan sana. Sejak kapan aku berada di sini? Perasaan dari tadi aku sedang di kantor dan mengerjakan perintah dari Mr. Lawrence. Apakah aku lupa?? Aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Tapi aku hanya tahu bahwa aku-duduk-di depan-monitor-kemudian-muncul-di sini.

“Ayo ke sini... ke sini...” suara erangan dan desahan yang aneh! Terus seperti merayuku untuk mendekat pada kepulan asap yang sangat hitam.

“E...” aku tidak sanggup mengeluarkan satu patah kata pun. Hanya kata itu yang bisa muncul. Aku masih shock, bingung, bimbang dan tidak tahu kenapa aku bisa di sini!

Buzzz!! Kepulan asap hitam itu tiba-tiba menggumpal. Lalu tercium bau aneh—seperti sulfur.

“HAHAHAHAHAHAHA!!!” tiba-tiba ada suara tawa yang amat keras dan membuatku sedikit terpental ke belakang. Kumpulan asap itu kemudian berubah menjadi sebuah sosok. Aku mencoba berbalik dan kembali ke mejaku. Hei! Mejaku sudah lenyap! Sebenarnya ada apa ini... Aku merasa perutku melilit dan muak.

“Kau mau ke mana, sweetheart..” suara itu lagi. Kali ini tapi lebih jelas, tanpa desahan. Aku menoleh dan.. oh.. tidak!

“S.. siaapaa kau???” aku menggagap melihat kumpulan asap tadi kini berubah menjadi makhluk dengan dua mata kuning menyala.

“I am your father. Your-lovely-daddy .. apakah kamu lupa??”

Itu makhluk yang sama. Aku ingat sekarang! Ya aku ingat! Sudah satu minggu makhluk itu mengusikku dalam mimpi buruk. Aku tidak tahu siapa dia. Tapi tiba-tiba aku merasa aku sedang bermimpi. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa ini benar-benar mimpi. Come on Ava, ini hanya mimpi!

“Ini bukan mimpi, nak. Ayahmu hanya ingin bicara padamu..”

Sekonyong-konyong, makhluk itu berkata seakan tahu apa yang ada di pikiranku. Aku bahkan tidak mengerti bagaimana bisa tapi yang jelas aku sangat takut!

“Kau lihat orang ini?” makhluk itu mendekat padaku, berputar-putar kemudian .. entah bagaimana muncul sosok laki-laki tinggi, dengan dagu yang memiliki sedikit belahan dan rambut agak panjang.

“Dia partnermu, dan aku ingin kalian berkompetisi untuk bisa menjadi prajurit terbaikku.”

“Sebentar!! Saya tidak mengerti apa yang anda katakan. Lagi pula saya tidak tahu siapa nama anda!”

“Lihat ini juga.. ini.. ini dan ini.. ini.. ini..”

Asap itu berputar-putar berkeliling sambil memunculkan sosok orang-orang yang tidak ku kenal.

“Mereka prajurit sepertimu. Dan aku ingin tahu. Siapa yang terbaik dari kalian..”

“SAYA TIDAK MENGENAL ANDA DAN SAYA TIDAK PAHAM APA YANG ANDA KATAKAN”

“Kau lupa anakku?? Aku Azazel, satu-satunya ayahmu..”

“Tidak! Anda sama sekali bukan ayah saya. Kenapa anda bilang begitu!”

“Hahaha. Sukar menjelaskannya. Nanti kau akan tahu sendiri. Lakukan saja apa yang aku mau. Dan aku juga akan memberikan apa yang kau mau. Karena ini sudah menjadi takdirmu!”

Aku benar-benar bingung! Ayah?? Apa maksudnya?? Gumpalan asap hitam dengan dua titik kuning bicara bahwa dia ayahku??? Azazel?? Makanan apa itu?? Aku masih sepenuhnya waras!
Tapi, kenapa tiba-tiba aku serasa menjadi orang gila.

“Kau lihat ini??” asap Azazel itu kemudian berputar-putar lagi. Kali ini tiba-tiba muncul sosok Jonathan! Oh tidak! Dia tunanganku!

“Kau sangat sayang padanya bukan??”

“..” aku hanya menghening. Terhenyak.

“Tunjukkan rasa sayangmu padanya. Kill him.”

Apa?? Dia bilang apa barusan?? BUNUH???

“Apa..” aku bergumam sedikit tidak perhatian ketika mendengar kalimat terakhir.
“Bu-nuh di-a”

Jabbb!! Tiba-tiba leher (sosok) Jonathan digorok oleh makhluk bermata kuning.

“AAGHHH!!!!!!” aku terpekik begitu melihat darah Jonathan memuncrat sampai menodai blouse milikku.

“Tidak!! Kenapa kau lakukan itu!” aku histeris sambil menangis tertahan melihat kepala Jonathan yang nyaris putus. Tapi air mataku sama sekali tidak berlinang! Aku memejamkan mata.

“Yah, lakukan seperti itu sebagai latihan. Akui saja, kau menyukainya bukan??”

“AVA!!”

“AVA!!!”

Aku mengerjap. Membuka mata. Aku merasa tonjolan-tonjolan di pipiku. Rupanya tombol keyboard.

HA???

Aku bangkit sambil terperanjat. Sudah ada Will, Mr. Lawrence, Cat dan karyawan lain di situ. Memandangiku dengan tatapan ada-apa.

“OH TIDAK!! Aku kenapa barusan, Will??” aku terkaget setengah mati. Rupanya aku sudah kembali ke meja kantorku.

“Kau baru saja tertidur di situ, Ava” Will mengacungkan jarinya ke keyboard.

“Dan kau menjerit histeris seperti dicekik.” Will melanjutkan kalimatnya. Sementara itu Mr. Lawrence menatapku dengan tatapan sedih.

“By the way, Ava. Mungkin kau kecapekan. Kurasa kau bisa mengambil jam istirahat lebih cepat hari ini. William, tolong kau antarkan Ava pulang..” Mr. Lawrence tiba-tiba berujar. Sebetulnya aku merasa tidak enak, tapi berhubung ini perintah. Apa boleh buat.

“Baik, Sir. Ayo Ava!” William kemudian mengajakku pulang.

Aku dan Will kemudian keluar dari kantor.

“Apa yang terjadi Ava?” Will memulai pembicaraan begitu kita sampai di taman halaman kantor.

“Aku tak tahu, Will. Sudah satu minggu ini aku diliput oleh mimpi-mimpi buruk. Aku melihat banyak orang mati. Dan tadi.. Aku melihat JONATHAN mati!”

“Wow!” Will membelalak terkejut.

“Bukan hanya itu saja. Dalam mimpiku, aku selalu diperintahkan untuk melakukan hal yang sama. Aku disuruh membunuh”

“Ava! Tenangkan dirimu. Itu hanya mimpi. Memang, 305 lembar itu tidak sedikit. Kau harus istirahat dari mengetik kurasa..” Will mencoba menghibur.

“Bukan itu masalahnya Will! Aku tidak mau tidur! Dua hari ini aku tidak tidur agar mimpi-mimpi itu tidak menggangguku.”

“Kau harus menemui psikiater, Av..” Will membukakan pintu mobilku.

“Mungkin..” aku masuk ke jok depan. Will kemudian berputar dan masuk ke jok kemudi.

“Tapi hari ini istirahatlah!” Will menstarter mobil dan perlahan mobil bergerak maju.

Aku menatap ke jendela. Berusaha sekuat mungkin agar tidak tertidur. Ya, memang. Belakangan ini aku tidak tidur. Sudah satu minggu aku dikecam mimpi-mimpi buruk tentang kematian. Aku melihat banyak orang mati. Dan di dalam mimpi itu, selalu kepulan asap yang mengaku-aku bernama Alaza, eh.. atau yeah.. siapa pun itu menyuruhku untuk membunuh orang-orang. Anehnya, aku selalu tidak merasa jijik.

“Sudah sampai, Ava. Kau bisa turun sekarang.. Aku akan mencarikan psikiater untukmu agar dia datang hari ini ke rumahmu.”

“Thanks Will. Aku memang sedikit pusing”

Kulangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah. Sofa adalah tempat paling empuk untuk melepaskan lelah tanpa harus tertidur. Aku mengambil cardigan dan selimut milikku. Membuat secangkir kopi dengan kadar kafein paling tinggi dan duduk di sofa sambil menutup diriku memakai selimut rapat-rapat. AKU TIDAK BOLEH TIDUR.

“Avvah...” tiba-tiba suara desahan itu terdengar! OH TIDAK! Ku ambil gunting yang sudah kusiapkan di meja dekat sofa untuk melindungi diriku.

“Avvaa..” suara itu serasa menggaung di dalam ruangan. Kepalaku semakin pusing.

“PERGI KAU MAKHLUK SIAL!!” aku berteriak lantang seperti orang gila.

Tercium bau sulfur.

Aku menutup diriku. Berlindung di dalam selimut dan tidak akan membukanya sampai suara itu hilang.

Semakin lama aku merasa semakin tenang. Di dalam selimut itu, meski gelap tapi aku merasa aman.

Sepi.

Tidak ada suara apa pun. Sepertinya keadaan sudah membaik. Aku membuka selimutku.

“HAH!!”

Tiba-tiba dua buah mata kuning muncul persis dua senti dari mataku. INI NAMPAK NYATA!! Atau jangan-jangan aku yang sedang tertidur. Ya, pasti aku sedang tertidur! Bangun Ava! Kau harus BANGUN!

Tidak mempan.

Aku melompat dari sofa dan berlari menuju tangga. Gumpalan asap itu mengejar dengan cepat. Oh tidak!

“AVA!! Kau tidak perlu takut! Kau aman bersamaku. Aku hanya ingin keu melakukan perintahku..”

Jaaabb!! Tiba-tiba aku terhempas ke lorong dan merapat ke tembok. Entah bagaimana, tiba-tiba aku merasa ditindih. Yang kutahu selanjutnya, aku merasa naik di tembok.

“Kau tidak perlu kabur begitu, sayang..”

“Akhh..” aku hanya bisa bergumam tidak jelas. Aku ingin berujar, tapi tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutku.

“Kau tidak bisa kabur dariku.”

Kepulan asap itu kemudian berputar-putar. Sosok Jonathan kembali muncul.

“Sekarang giliranmu, Ava. Kau butuh latihan..”

“Akhh!!” aku kembali ingin bersuara. Gunting yang ada di genggamanku ingin rasanya kutusukkan pada kepulan asap itu. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya! Tanganku serasa sedang dipaku di dinding!

“Lakukan, sayang..”

Mendadak tiba-tiba saja tubuhku bergerak sendiri. Tidak! Bagaimana mungkin ini terjadi.

Aku melangkah menuju sosok Nathan. Tangan kananku yang memegang gunting tiba-tiba terangkat. Keringatku mulai menetes deras. Aku tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Aku berusaha memejamkan mata. Tapi bahkan aku tidak bisa memejamkan mataku.

“Hahahah.. bagus! Kau memang jenius. Kau mau memulai dari apa??”

TIDAK!! Ini tidak boleh terjadi.

Tangan kananku mundur ke belakang. Lalu... JABBB!! Dengan sangat cepat, tanganku seperti digerakkan menghujamkan gunting itu ke mata sebelah kiri (sosok) Nathan.

“Ohh...” aku merasa ingin menangis. Tapi air mataku tidak bisa keluar. Darah menetes meluncur ke pipi Nathan begitu tangan kananku mencabut gunting itu. ‘Patung’ Nathan yang serasa hidup itu tetap diam. Tidak bergeming.

Tangan kiriku tiba-tiba terangkat. Hap! Langsung mencekik leher Nathan. Aku hanya bisa berpikir, ini bukan Nathan! Ini hanya mimpi. Lalu tangan kananku kembali menuju ke muka Nathan dan pelan-pelan membuka gunting. Kali ini salah satu ujung gunting masuk ke celah bibir Nathan.

Kreekk.. kreekk.. gunting itu mulai menggunting pipi Nathan!

“OOHHH!!!!!!!!!!!” aku merasa mual. Aku tidak tahu bagaimana mungkin aku bisa melakukan ini. Oh tidak!!

“Good job! Perfect. Hias dia lagi. Kau mencintainya bukan??” kepulan asap itu tertawa terbahak-bahak.

Aku tak sanggup lagi. Tapi tiba-tiba muncul perasaan senang dalam hatiku. Ya, ada benarnya juga. Aku mencintai Nathan. HEI!! Aku mikir apa??!! Bodoh! Kenapa aku malah berpikir demikian!! Tangan kananku kemudian mencabut gunting itu lagi. Pipi Nathan sebelah kanan sudah sobek.

Aku benar-benar mual dan melilit. Oh tidak!! Bagaimana mungkin...

Tangan kiriku kemudian melepaskan cengkeramannya dari leher patung Nathan. JABB!! Tangan kananku tiba-tiba langsung menusukkan gunting tepat di dadan Nathan.

Sreeeeekkkkk... gunting itu kemudian diturunkan sampai kebawah (masih dalam posisi menancap) oleh tangan kananku yang tak bisa kukendalikan.

OOOHH TIDAAAKK!!!!!!!!!!

“Hahah... Kau sudah berlatih dengan baik, Ava.. Kau membuat tunanganmu menjadi lebih ganteng.”

“Oohh..” aku masih tidak bisa mengendalikan tubuhku sendiri. Tangan kananku sudah belepotan dengan darah. ITU DARAH MANUSIA. Yang sama sekali aku tidak pernah membayangkan melakukan semua ini. Mengerikan!! Sangat mengerikan.

Whuuzzz..

Sosok Nathan yang sudah tidak karuan tiba-tiba memudar menghilang. Tangan kananku masih penuh dengan darah. Kepulan asap itu tiba-tiba berputar-putar lalu menghilang.

Zap!!

Tubuhku berguncang sedikit. Seperti ada paku yang baru saja dilepas dan aku langsung melempar gunting yang penuh dengan warna merah. Rupanya darah itu tidak ikut hilang. Aku memandangi tanganku sendiri. Baru saja kusadari. Kejadian barusan bukanlah mimpi. Itu nyata. Kulihat darah menetes-netes dari tangan kananku.

Tiba-tiba aku tersenyum puas.


BERSAMBUNG