Great Souvenir (Devil) From Great Country

Great Souvenir Devil From Great Country
by ZamTheDreamer (visit)


Disclaimer : FF ini cuma buat iseng-iseng doang. Gak ada maksud apa pun. FF berikut diambil dari cerita SUPERNATURAL. Tidak ada tujuan menyimpangkan jalan cerita. Sam sama Dean adalah punya Supernatural Series. Ivory Ketut and Made adalah tokoh fiksional saya semata... This is just 4 fun, right!!
Warning : Make sure kamu 15th +, secara banyak hal tabu dalam cerita ini.. (lebay mode ON)
Timeline : Sam dan Dean sudah berhasil menembak si Iblis Mata Kuning dan ini lanjutannya tapi ngarang.. Hehehe.. 1x lagi just 4 fun!

GRINDELLA MOTEL, DALLAS


Pagi itu di Grindella Motel tampak lengang, hanya sedikit mobil yang berlalu lalang. Hawa dingin sejuk merasuk dan sangat membuat orang untuk tidur dalam dekapan kehangatan sambil bermalas-malasan di ranjangnya.

Tak terkecuali bagi Dean.

Di sebuah sofa yang cukup empuk dia sedang tertidur dengan sangat pulas. Mata Dean setengah tertutup, mulutnya menganga sedikit lebar dan suara napasnya terdengar jelas. Kau juga bisa melihat sedikit ‘anak sungai’ di dagunya. Posisi tidurnya tidak lagi seperti kucing manis, tapi kakinya mengangkang; bertumpu pada sebuah meja yang berantakan (penuh dengan champagne) dan kedua tangannya disilangkan sambil kadang-kadang bergerak seperti membela-belai seseorang (kau pasti sudah tahu dia mimpi apa). Ini pasti akibat semalaman dia bergadang di CowBoy’s Saloon.

Sementara itu Sam sedang sibuk dengan laptopnya. Namun kali ini dia tidak sedang mencari info sesuai dari jurnal ayahnya atau bahkan mengunjungi situs ‘blue’ seperti kakaknya. Ya, semenjak musnahnya iblis bermata kuning, Dean dan Sam akhirnya pergi ke Texas dan memutuskan untuk ‘hidup normal’. Dean sempat bersikeras kalau tugasnya belum berakhir, tapi Sam berhasil memprovokasi Dean bahwa pembalasan dendam pada iblis sudah mencapai final. Iblis bermata kuning sudah lenyap, berarti tugas mereka pun sudah tunai. Itu sudah cukup menjelaskan.

Tick! Sam menekan tombol enter dengan sangat keras. Aura kegirangan muncul dari wajahnya.

“Bangunlah Dean! Mau sampai kapan kamu molor seperti itu!”

Sam melemparkan gumpalan kertas ke Dean. Entah disengaja atau tidak, gumpalan kertas itu tepat menyumpal mulut Dean yang sedang menganga.

Buacch!! Ha! Apa?? Ada apa Sam? Ke mana pelayan seksi itu??” Dean dengan tampang terkejut (sambil memuntahkan kertas yang nyaris ditelannya) langsung bangkit sambil mengerjap-ngerjapkan matanya.

“Diculik iblis botak! Dasar otak-mesum!” Sam menarik bibirnya ke atas.


“Huh! Ada apa kau membangunkanku sepagi ini?” tanya Dean dengan mata terkantuk-kantuk.

“Ayo senam pagi!”

“Hiahaha! Lucu”

“Come on Dean! Look at this Dean!”

“Apa?”

“Seksi sekali!”

“Mana!? Mana!?”

Stupitidy!! Otakmu benar-benar sudah teracuni oleh setan porno! Aku heran. Rasanya kau dulu tidak semesum ini. Coba kucek kepalamu?” Sam menempelkan tangannya ke jidat Dean dan Dean langsung menepisnya dengan risih.

“Kau terlalu berbasa-basi, Jagung Manis.. Sudahlah! Cepat katakan apa yang ada di laptopmu itu..” Dean memperbaiki sikapnya lalu memelototi laptop Sam dengan seksama (sebenarnya kau bisa melihat kotoran Dean menumpuk saat itu, ingat? Dean belum cuci muka).

“Aku sudah menyiapkan rencana perfect untuk liburan kita..” kata Sam sambil meng-klak klik mouse.

“HA? A..apa?? Aku sedang tidak tuli kan?” komentar Dean.

“Ya, seratus persen telingamu normal. L-I-B-U-R-A-N..!!

“Ah!” Dean meninju bahu Sam sembari melengos menegakkan tubuhnya yang tadi membungkuk melihat laptopnya Sam.

“Aku serius Dean!”

“Aku serius Sam! Aku tidak tertarik..”

“Hei! Dengarkan aku dulu!”

“Baiklah, Nek. Mana keranjang yang harus Kerudung Merah antarkan...”

“DEAN!!”

“Oke.. oke.. Just kidding, Sam! Lanjutkan saja...” ekspresi Dean tidak begitu meyakinkan kalau dia mau mendengarkan.

“Aku sudah menyiapkan ini matang-matang. Kau tahu? We had passing trough the darkest-time without HOLIDAY!”

“Ha ha! Ya! Kau benar!—segelap kulitmu” sahut Dean cuek.

“Aku ingin kau tidak menolak atau pun muntah! Sudah kusiapkan matang-matang dan lihat ini!” Sam menyodorkan laptopnya.

“Apa?? Kau pasti bercanda...” Dean langsung melotot begitu melihatnya!

Di laptop Sam, terpampang peta dunia dengan salah satu bagian diberi warna merah. Di samping peta dunia itu tampak tulisan besar: BALI—THE OTHER PARADAISY.

“Tidak! Aku serius memilih tempat itu, Dean...” tukas Sam.

“Kita mau ngapain ke Bila??”

“Bali, Dean.. Eja dengan benar: B-A-L-I! Kuno sekali kamu Dean, are you joking me?? You must be not know what the Bali is!”

“Ya, yah... Bali maksudku! Ngapain ke gunung berapi seperti itu??”

“Aduh! Sedih sekali aku menjadi adik dari seorang kakak dungu. Bali itu sebuah pulau. Oke?”

“Oke, jerk. Whatever. Tapi ngapain kita ke Bali?? Adakah hal yang lebih menarik selain melihat lava??”

“Pulau, Dean.. Bali itu Pulau!! Pulau yang terkenal dengan keindahan pantainya!! Di sana kau bisa melihat banyak hal!”

“Kuharap hal-yang-indah, uh??” sorot mata Dean masih tidak mempercayai Sam (lebih tepatnya sorot mata mesum saat mengeja kata ‘hal yang indah’)

“Lebih indah dari apa pun! Bahkan dari Bella, Cristy, Nancy dan Leony!” Sam berusaha meyakinkan Dean.

“Eng.. aku curiga kau mengajakku ke sana hanya untuk menemanimu mencari universitas baru! Boring sekali, Sam! Aku menolaknya mentah-mentah!”

“Tidak sama sekali Dean! Dan lagipula, memangnya ada universitas di Bali??? Percayalah! Aku hanya ingin kita mencoba liburan seru di sana! Dan dari informasi yang aku dapat, di sana terkenal dengan magic yang masih sangat kental..”

“Hei! Tunggu, tunggu, tunggu! Kau amnesia, Sam?? Kita sudah sepakat berhenti dari mengejar-setan! Kita sepakat untuk senang-senang. Kau lupa, uh? Kau lupa bagaimana kamu rela mencium kakiku untuk membawaku keluar dari dunia iblis, uh?”

“Keep your mouth, Dean! Aku masih ingat itu! Tapi tentang mencium kakimu, kapan aku pernah?? Well, kujelaskan. Aku hanya ingin kita melihat dunia lebih luas saja. Kita bahkan belum pernah melihat iblis di timur?? Dan.. bukankah menyenangkan melihat bentuk-bentuk mereka di luar negeri? Akui saja sebenarnya kamu masih ingin berburu hantu kan, Dean?? Mengakulah!”

Dean memelengkan kepalanya. Seolah dia tidak percaya, Sammy yang dulu keras kepala tidak mau berkutat dengan iblis kini justru dia punya ide gila, aneh dan tidak penting!

“Kau hanya mengeles saja, Sam. Sudahlah! Lupakan liburan! Ini Texas! Masih kurang apa??” Dean semakin berusaha menolak ide gila Sam.

“Dasar pecundang! Bilang saja kau takut naik pesawat!”

“Eih!?? Kau bilang apa, Sammy??”

“JUST SAY THAT THERE IS NO MORE BAD THINK FOR DEAN THAN A PLANE?? CHICK??”

“Oke Sam. Sebenarnya itu bukan jadi alasan primariku. Tapi jujur saja, aku sama sekali tak tertarik dengan rencanamu itu... Maaf. Itu terlalu kampungan!”

“Huh! Kampungan apanya? Itu rencana terhebat yang pernah ada! Please Dean! Kita ke sana dan luangkan banyak waktu!”

“Dengan orang-orang yang tak aku tahu bahasanya?? Aku pasti sedang mimpi! Bangun Dean! Ayo sadarlah Dean!”

Dean menampar-nampar pipinya.

“Idiot! Sudahlah... kalau kamu memang tidak mau ikut. Aku akan ke sana sendiri. Tapi jangan salahkan aku kalau kau menyesal tidak ikut...!!” Sam menutup laptopnya.

“Wow! Wow! Sebentar Sam! Gimana kalau ke tempat yang lain saja... Untuk ke Bali... sumpah aku tidak tertarik!”

“Tidak! Itu adalah tempat yang membuatku menjadi lebih penasaran. Well, Sudah cukup kan Dean? Kau tak mau ikut? Ya sudah.. Aku mau mempersiapkan koperku dulu...”

“Hmph!! Kau memaksa kakakmu yang paling cute ini, Sam! Yah, huh baiklah... kemaskan milikku juga! Uh—ini diskriminasi terberat! Kau melanggar Hak Asasi! Kau sudah menyalahi aturan”

“Aha? Sejak kapan Dean cinta mati dengan pelajaran kewarganegaraan??”

“Sam!! Sudah tugasku menjaga Bola-Bulu manja sepertimu!”
Sam tidak menanggapi komentar kakaknya. Dia menyeringai, tertawa puas penuh kemenangan! Salah satu pikiran cerdas Sam memang, yang entah bagaimana selalu berhasil memaksa Dean mengikuti kemauannya. Sejak kapan Sam jadi egois?? Eh, atau sejak kapan Dean jadi penurut?? Mungkin ini akibat dari Dean kembali pada dunianya yang dulu (baca: whisky, beer, girls!).


NATION PARK

“Baik-baik di sini manis!”
Dean mengecup impala hitamnya... eng, sebenarnya sudah dicat menjadi kuning (entah Dean berpikiran apa mengganti cat impalanya dengan warna kuning, tapi sepertinya Dean memilih warna itu karena dia benar-benar ingin meninggalkan dunia pergaiban.. Bayangkan dong....! Impala kuning!).

Banania tidak akan kemana-mana Dean!” Sam melempar tas pakaiannya ke Dean dari bagasi. Mereka kemudian meninggalkan lapangan parkir bandara. Impala Dean sedang diangkut menuju kabin pesawat.

“Tentu saja tak akan kemana-mana! Bahkan dia lebih pintar untuk tidak kemana-mana!”

Sam hanya menyeringai lagi. Sorot puas di matanya seolah membuat Dean makin jengkel saja. Yah, sebenarnya kemarin Dean masih berusaha untuk mencegah rencana konyol Sam. Tapi Sam ternyata lebih pintar. Kunci impala Dean sudah disandera. Itu berarti impalanya bisa ‘digauli’ oleh Sam seenaknya. Ngomong-ngomong soal impala, impala Dean sudah dicat jadi kuning. Nggak kebayang banget. Sam juga pertama kali shock ketika melihat impala Dean berubah wujud jadi mirip kereta-pisang. Dengan panik Sam tergopoh-gopoh mengadu pada Dean bahwa ada yang jahil mengganti cat impala Dean menjadi kuning. Eh! Tidak tahunya muka Dean belepotan dengan noda berwarna kuning-kuning. Saat Sam menanyakan kenapa Dean melakukan itu, Dean cuma menjawab: “Itu hadiah untukmu, Sammy. Sekaligus sebagai kenang-kenangan kita pernah menghancurkan iblis mata kuning!”
Sam hanya bisa shock. Melihat impala Dean berubah 180 .. oh tidak, bahkan 360 derajat seperti itu.

Damn!! I’m getting old now...” keluh Dean begitu melihat Sam sedang mengurusi tiket keberangkatan.

Sam menoleh ke Dean lalu memberi kode tangan T, agar Dean bisa lebih bisa bersabar.

Dean melirik kanan-kiri. Dilihatnya kesibukan di bandara itu. Mata Dean terhenti pada gerombolan pramugari yang sedang berjalan sambil merumpi. Ternyata untung bagi Dean, sebab dalam bandara itu para pramugarinya mengenakan rok yang tingginya lima belas senti dari lututnya. Cihuy, nggak bakal ada horor di pesawat nanti! Batinnya.

Dean! Kau masih hidup?” Sam melambai-lambaikan tangannya di depan mata Dean.

“Eh, oh... *glek* ya, Sam. Are u finish??” Dean gelagapan.

“Come on, Bro! Pesawat sudah menunggu!” Sam tidak memedulikan ekspresi Dean lagi. Dilihatnya jam keberangkatan pada tiket. Tinggal seperempat jam lagi lepas landas.

Dean bangkit dari bangku panjang. Baru kali ini rasanya Dean melangkah mantap melewati lorong menuju ke pesawat. Hemm! Pasti gara-gara cewek-cewek tadi, nih!

PESAWAT GARUDA AIRLINES

“Hoegg...”

Adalah suara yang nyaring terdengar jika kamu duduk di kursi nomor 21 blok kiri atau tepatnya di depan kursi tempat Dean dan Sam duduk. Keras dan menghenyakkan, kau juga bisa mendengar bunyi gemericik air setelah bunyi hoeegg (ih.. air apaan tuh!).

“Dean! Stop it! You make me ashamed on this time!” kata Sam sambil pandangannya melengos (dia pasti berpikir untuk pura-pura tidak mengenal Dean dalam kondisi seperti ini. Dasar Sam!).

Ghh.. if u ccaan.. do it... i’ll give u what do u wwaantt, JjeerKK!!! Aku sendiri tidak tahu aku kenapaaaeeeeeegggg.....” suara Dean bercampur tak karu-karuan.

“Oh, sebaiknya kupanggil pramugari itu!” Sam akhirnya mengambil keputusan. Tiba-tiba Dean seperti kembali mendapatkan secercah energi! Sam bangkit dan melambai ke seorang pramugari.

“Yes, Mister? Do you need any help?? What’s the matter??” kata pramugari yang... eehh!! Dean langsung shock melihat pramugari itu! Perawakan asia tetapi ... bentuk tubuhnya melar alias... kau bisa bayangkan sendiri sosok gemuk-yang-ramping itu bagaimana!

“My brother had trouble with his stomach, I think.. I need some pills to reduce his airsick...” Sam menjelaskan perihal masalah kakaknya.

“It’s so strange, but.. okay... Just drink this pill. It can make him more better..” si Pramugari gempal memberikan satu sachet obat anti-mabuk. Sam menerimanya kemudian menyodorkan ke Dean yang berwajah makin ungu.

Sam mengucapkan terimakasih pada si Pramugari, Pramugari itu pergi mengecek penumpang lainnya.

“Dengar kan, Dean?? Pramugari itu saja bilang aneh! Kau tahu? Pesawat ini bahkan belum lepas landas tapi kau sudah muntah-muntah! Itu yang membuatku malu habis..” kata Sam.

Dean terhelak. HA?? Pesawatnya belum lepas landas???

***


Attention! Attention!
Thanks for your interest using Garuda Airlines as your friend on your trip.
We’ll take-over in a few minute, please make sure you have use your sealt-belt safely.
Our attendant will guide you how to use your sealt-belt.
We will fly over 7 hours and we’ll landing on Ngurah Rai International Airport, Bali, Indonesia.
Have a nice trip with us!
Thank you.

Suara dari speaker terdengar. Kali ini Dean sudah lumayan tenang. Tapi dia cemas, sebab tidak bisa dipungkiri juga dia naik satu pesawat dengan pramugari gemuk yang tidak bisa dikhawatirkan juga bisa membuat pesawat jatuh.
OH TIDAK! Ini bencana! Pikirnya.

Ngiiiiiiiiiiiiiing... suara mesin mulai mendengung. Dean bisa merasa pesawat mulai bergerak. Makin lama-makin kencang, goncangannya makin keras. Glodak! Glodak! Eits! Suara apaan tuh?? Krompyang krataak ceplak! Heh??? Apaan tuh! Dean menoleh kanan-kiri-atas melihat asal suara. Jangan-jangan sayap pesawat ini patah??? Batinnya. Gruduk gruduk gruduk, Dean merasa goncangan makin keras. Blekebek kebek kebek.. suara-suara aneh bermunculan. Ini pesawat apaan sih?? GROMBYANG PYANG... Kayaknya telinga Dean ber’halusinasi’, sebab saat dilihatnya Sam, dia nampak tenang-tenang saja. Atau karena dirinya saja yang jarang naik pesawat sehingga asing mendengar suara-suara seperti itu.

JGLEK posisi Dean yang tadi miring kini berubah menjadi datar kembali. Sam menoleh ke arah Dean. Tapi Sam langsung shock melihat Dean. Ternyata Dean pingsan.

***

NGURAH RAI INTERNATIONAL AIRPORT, BALI

“Diam kau mulut bau!” kata Dean begitu keluar dari bandara Ngurah Rai. Eng.. lebih tepatnya setelah Sam tertawa keras setelah tahu kakaknya pingsan selama 6 jam (lebih tepatnya Dean tidur untuk mengusir kepenatan).

“Hahahaha! You must look how fun you are with your magenta-face, Dean! Your looks so funny, more fun than a clown I ever saw!!”

B***! Once again and I’ll kill you, Samantha...!”

“Hei! Hei! Just Kidding, uh.. dont be serious like that! Kita udah nyampe Bali, Dean! Ini Indonesia loh.. orang-orangnya ramah-tamah. Jadi kuharap jaga cara bicaramu..”

Dean menoleh ke arah Sam dan tidak memperhatikan arah depan...

“F*** that s***!”

Hello, mister!! Welcome to the Bali..

Dean terkejut, saat dia kembali menghadap ke depan, tiba-tiba ada seseorang dengan memakai ‘topi’ yang aneh tersenyum ramah kepada dia dan Sam. Sempat tidak percaya juga ada orang yang mau bertele-tele menyapa mereka berdua yang jelas-jelas sedang tidak sempat untuk memperhatikan kanan-kiri.

“Hello... Oh, thank you! Umm.. are you our guide??” tanya Sam.

“Ya, benar. Saya pemandu kalian. Anda pasti tuan Niels John dan tuan Brown Sposito?” sang pemandu memandangi Sam dan Dean sambil melihat foto di tangannya. Dean mengernyitkan dahi.

“Oh, bukan. Anda salah orang, saya D..” tiba-tiba Sam menyodok Dean.

“Ya, benar. Itu kami” tukas Sam.

“PSSt! Kenapa kau tak bilang dari tadi kalau itu nama samaran kita??” bisik Dean pada Sam.

Kau tak ingat kau pingsan terus selama di pesawat..??” Sam menjawab ala kadarnya, sambil matanya terus tertuju pada si pemandu yang sedang membolak-balik semacam kartu identitas.

Si pemandu kemudian menyodorkan tangannya.

“Well, I am Ketut. Your guide on your tour. Nice to meet you. Let’s go to your hotel..”

“Oh, Ketut. Senang juga bertemu denganmu. Baiklah, dan ngomong-ngomong, kita tidak perlu memakai taksi. Kakakku sudah membawa mobilnya turut serta..” jelas Sam.

“Okay.. So, where is your car, Brown?” tanya Ketut, ramah sambil tersenyum pada Dean.

Dean memandang Ketut dengan sinis.

“Kurasa ada di halaman parkir sekarang. Sudah, tidak perlu berpanjang lebar, sekarang ayo ke lapangan parkir..”

Sam memandang Dean dengan tatapan kasar. Dean tahu maksud Sam adalah menyuruhnya agar bersikap lebih sopan, tapi asal tahu saja Sam, Dean sedang marah karena dia curiga dengan Ketut yang penampilannya tidak meyakinkan sebagai seorang guide.

Sam, Dean dan Ketut berjalan beriringan menuju lapangan parkir. Naas sekali bagi Ketut, dia dititah oleh Dean untuk mengusung barang bawaan mereka. Ketut hanya bisa menjawab dengan senyuman. Ngomong-ngomong, sepanjang jalan yang mereka lalui, terdapat patung-patung di sisi kanan dan kiri. Khas sekali, bahkan pagarnya pun dari batu dengan ukiran-ukiran yang belum pernah Sam atau pun Dean lihat. Seperti di sisi tangga tadi misalnya, Dean melihat dua patung di sebelah kanan dan kiri yang bentuknya aneh tapi mengerikan. Matanya membesar keluar dengan taring tajam yang keluar dan rambutnya gimbal-gimbal.

“Kalau tuan mengijinkan, biarkan saya yang menyetir mobil tuan..” kata Ketut pada Sam. Dean sedang mengkomat-kamitkan mulutnya, di kedua telinganya sedang menancap headset.

“Tidak! Tidak! Jangan sentuh dashboard Banania, maksudku mobil itu. Bisa-bisa jari-jemarimu digunting kakakku...” Sam berujar cepat sambil gelisah Dean mendengar ucapan Ketut tadi. Horor sekali kalau Dean mendengarnya! Bisa berurusan panjang kalau begitu!


(Check Point)

Plak.
Dean menutup pintu impalanya dengan keras. Headset masih menancap di telinganya. Sam menabok pundak Dean. Dean terkejut lalu menoleh pada Sam.

An.. iknya ..paskan set tu.. dak.. ba.. memak.. set.. bil tir..” mulut Sam mangap-mangap. Dean mengernyitkan dahi.

“Apa Sam?? Jangan bilang kau sedang bicara memakai bahasa orang-orang di sini!!” kata Dean, suaranya keras menggelegar (sepertinya volume pada headsetnya maksimum).

Klek. Sam melepaskan satu headset di telinga kanan Dean. Dean langsung berekspresi marah!

Hei! What are you doing!” Dean berusaha merebut lagi headsetnya itu.

“Dean! Kuperingatkan, sebaiknya lepaskan headsetmu itu. Tidak baik menyetir sambil memakai headset! Ingat! Kita di negara yang penuh dengan kesantunan!” Sam berbisik cepat pada Dean. Dean lagi-lagi merengut. Whatever, Sam! Pikirnya.

“Oke, Sam! Tapi setelah ini kuharap kau tidak berkata apa-apa yang bisa memekakkan telingaku. Aku yakin kamu pasti akan bicara... hey look at your left, hey look at your right, hey that is balloon! I want it, I want it, I want it” gerutu Dean sambil menirukan ekspresi badut.

“Tapi satu hal la..”

“Stop Sam! Diam dan DUDUK MANIS. Alright? Atau aku juga akan membangkang!”

Dean kenapa sih?? Sensitif sekali. Jangan-jangan dia masih shock terlihat memalukan di depan Sam dan orang-orang yang satu pesawat dengannya tadi!

Ya, memang cukup beralasan, Sam sudah terlalu menghina tadi.

Mobil impala Dean mulai menuju keluar lapangan parkir. Cuaca di Bali sewaktu Sam dan Dean datang tidak begitu baik, sebab mendung terasa sangat gelap. Jam sudah menunjuk pukul 15.00.

Ciiittt!!!!” Impala Dean mengerem keras! Wow! Rupanya Dean salah melewati jalur. Yah, kau tahu sendiri, jalan di Indonesia dengan di luar negeri berbeda. Harusnya Dean melewati jalur sebelah kanan setelah keluar lapangan parkir itu, tetapi dia malah ambil lajur kiri. Sebuah sedan hijau di depan impalanya juga berdecit keras.

“Sorry, Brown. In Indonesia, the way was reserved here. I am sorry too late gave you information. I suppose that you knew about it before..” Ketut bicara di belakang Dean sambil tersenyum.

“Dengar kan Dean? Kau memang kuno! Makanya, jangan buta sama dunia! Aku sebenarnya ingin ngasih tau soal itu.. Tapi keburu kamu suruh diam.. sih!” Sam mengeluh sedikit.

“Thanks God! What a shame-gift that was You sent to me today! Huh, dan kau Sam. Mengapa kamu tidak bilang hal yang bisa membuat kakakmu ini selamat dari sesuatu yang memalukan!”

Tiin! Tiinn! Tiiiin!!

Sedan hijau itu mengklakson dengan jengkel. Sepertinya mobil itu merasa terhalangi jalannya dan sepertinya Dean serta Sam serta Ketut tidak sadar kalau mobil itu ingin bergerak. Dean kemudian memundurkan impalanya.

Ceprak.

Oow... suara apaan tuh??

Mobil hijau yang tadi mengklakson Dean sudah maju pergi. Tapi saat Dean, Sam dan Ketut menoleh ke arah belakang menuju ke asal suara tadi... Hm! Dean langsung sewot dan keluar dari mobil!

“Hey! B***! What do you do with my car! Damn! Oh no! My babe! You must be hurt!” serapah Dean begitu melihat impalanya penyok bagian samping kirinya. Dilihatnya ada sebuah bemper jeep yang dengan innocence-nya masih dalam posisi ‘mencium’ penyokan itu. Dean lantas memukul kap mobil dengan keras lalu menyuruh si pemilik mobil turun!

“Turun lo! Heh pemilik jeep tak tahu diri!” kasar sekali Dean!

Sam berlari kecil lalu memegangi Dean agar tidak berbuat lebih kasar lagi. Dean masih mengumpat-umpat. Untung saja tubuhnya dipegangi Sam dan Ketut, sebab saat ini Dean sedang seperti anak kecil yang berusaha menendang-nendang bola.

Klak. Pintu jeep terbuka. Dean malah mangap.

“I.. Ivory??” Dean tergagap. Sam yang sedang memegangi Dean bisa merasa kalau tubuh Dean mulai mereda ketegangannya.

“DEAN???!” sesosok wanita berambut ikal panjang dan berkulit olive turun dari jeep. Dia tengah mengenakan syal.

“Hei!! Kita sudah lama tidak bertemu! Ahahaha...” Dean tiba-tiba merentangkan tangannya. Sam lalu melepas pegangannya dan Dean bergerak maju memeluk wanita bernama Ivory. Ivory pun tersenyum manis. Bibir coklatnya tertarik ke atas lalu dia berpelukan dengan Dean. Sepertinya erat sekali mereka berpelukan.

“Haha! Ya, Dean.. I really miss you!” ucap Ivory sambil melepas pelukannya.

“Aku juga, Ivy!” Dean menarik senyumnya lebar-lebar, seolah menemukan oase di padang gersang.

“By the way, maafin aku ya soal kecelakaan kecil ini. Aku tidak tahu kalau itu mobilmu, dan kau juga mundur tanpa aba-aba. Tapi ngomong-ngomong juga, sejak kapan kamu ganti mobil. Terakhir aku pulang aku yakin benar masih di antar impala berwarna hitam.. Hm??” ujar Ivory panjang lebar dengan nada menyesal.

“Oh, tidak apa-apa. Ini salahku, aku yang mundur tanpa aba-aba. Mm, maklum, aku masih sedikit grogi nyetir di Indonesia. Dan ini mobil yang mirip impalaku, kenalkan Chevrolet Corvette Sting Ray baru milikku. Aku sekarang memang suka dengan warna mencolok...” kata Dean sedikit gagap.

Apa Dean?? Chevrolet Corvette Sting Ray?? Sam hampir-hampir tersedak mendengarnya. Untung saja Ivory ini tidak tahu soal mobil. Chevrolet Dean kan masih impalanya yang dulu. Tapi ngaku-ngaku seri Corvette! Hu dasar...

“Tapi ngomong-ngomong, ngapain kamu ke Indonesia Dean??” tanya Ivory.

“Eng.. biasa. Aku ke sini untuk liburan!”

By the way, Ketut sebenarnya dari tadi merasa bingung dengan omongan Ivory. Siapa yang dimaksud dengan Dean?? Di hadapan nona-nona keriting itu perasaan hanya ada dia, John dan Brown..

“I am sorry John, but.. who is Dean??” Ketut akhirnya berbisik pada John (Sam!).

“Oh, yes Ketut. Dean is his child-name (menunjuk ke Dean). You know, we called him Deedee when he was child-hood...”

“Oh..” Ketut hanya manggut-manggut. Dilihatnya Ivory sedang menutupi mulutnya yang ngakak sementara Dean berceloteh ini itu.

“... Okay... Hahahahaha!! Enough, Dean.. sudah sudah, jangan membanyol lagi. Lalu, sekarang kalian mau ke mana??”

“Rencananya kita mau ke hotel..” ujar Dean.

“Hotel?? Kenapa tidak ke apartemenku saja??” Ivory menawarkan.

“Tidak, Ivory. Kami tidak terbiasa untuk menginap di apartemen cewek..” halah! Dean ngeles... padahal biasanya juga!

“Ohh.. okay, this is my phone number. Just call me Dean, if you need any help of me!” kata Ivory sambil menyodorkan sebuah kartu.

“Thanks, so.. see you again! Ummmhh.. ummmh.. ” Dean menerimanya lalu cipika-cipiki perpisahan dengan Ivory.

“Come on.. Sa... oh, John. And you, come on Ketut!” Dean menabok pundak Sam dan Ketut lalu membuka pintu impalanya.

Dean menstarter mobilnya lalu mulai bergerak maju dengan pelan (takut salah jalur lagI!).

“Kenapa kau tidak menanyakan Ivory sedang ngapain ke Indonesia??” tanya Sam.

“Tidak penting itu John. Yang lebih penting aku bisa kabur ke apartemen Ivory begitu kamu sibuk dengan kameramu! Haha!”

Sam tidak berkomentar apa-apa. Dean hanya bersiul-siul riang. Huh! Dasar Dean!

“Sorry, mister! We must turn left after passing trough that road..” Ketut di belakang memberi arahan jalan.

“Okay, Ketut! Thanks!” kali ini sikap Dean lain, dia lebih ceria. Wow! Wanita memang punya efek tertentu bagi seorang Dean. Lihat, saja. Ibarat komputer yang baru diinstal ulang, wajah Dean benar-benar terlihat clink-clink.

Dan begitulah. Sepanjang perjalanan Dean bersiul-siul riang sementara Sam asyik melihat kanan-kiri jalan dan Ketut? Sayang, dia harus rela memunguti sampah bekas permen karet Dean.


HOTEL SARI INDAH, DENPASAR

“Ohhh!! Hotel yang sempit! Thanks God!” gerutu Dean begitu dia membuka pintu kamar no. 33. Saat ini mereka sudah tiba di hotel. Jam menunjukkan pukul 18.05, Ketut sudah permisi untuk mengurusi hal lain entah apa di hotel itu juga.

“Nikmati ini saja Dean! Lihat keluar, kau bisa melihat pantai!” Sam berkata asal sambil mengeluarkan pakaian-pakaian dari dalam tas mereka.

Dean kemudian melangkah keluar menuju jendela lalu membuka gorden yang menutup. Srreeet.. Tada! Kerumunan orang-orang berlalu-lalang.

“Benar, Sam. Ohh!! Pantainya indah banget! Lihat tuh ikan-ikannya pada tumpah ruah! Wah ajaib! Baru pertama kali aku lihat ada pantai dengan ikan-ikan yang bisa berjalan! Lihat! Huw! Seksi sekali itu ikan pake bikini warna pink!” keluh Dean pada Sam begitu shock melihat pemandangan luar hotel itu. Kelap-kelip lampu di sana-sini memang membuat suasana di situ tampak terang mencolok.

“Whatever Dean! Kita memang tidak menginap di Kuta! Makanya nggak ada pantai deket-deket sini. Sudahlah mendingan aku keluar dulu! Ini peta daerah sini jika kau mau keluar untuk berjalan-jalan. Kutaruh di meja sini!” ujar Sam.

“Great! Apalagi tuh 'kuta'. Kau sudah mengenal banyak daerah sini tapi sekali pun kau tak pernah menceritakannya padaku, Sam. Rupanya ini rencana besarmu ya, Sam! Mempermalukan aku sedemikian rupa. Ku pasti penasaran bagaimana ekspresi Si Ganteng ini kalau dipermalukan. Hahah! Lucu! Sayangnya kau tidak akan berhasil. Meski kuakui dua puluh lima persen daripadanya sudah kau buat menjadi nyata!” lagi-lagi Dean misah-misuh.

“...”

Sam hanya bisa terdiam. Dia tahu sebenarnya Dean hanya masih gengsi untuk mengakui nuansa di Bali itu. Secara udaranya sejuk, dan penuh dengan kesantunan. Suara musik bertalu-talu di sana, di sini, di mana-mana meski samar-samar. Ah, pasti Dean ingin menanyakan musik apa itu tapi keburu takut dinilai Sam kalau Dean sudah berubah menjadi makhluk yang tidak ‘deaniawi’ lagi.

“Aku akan keluar Dean. Aku ingin menikmati liburanku. Dan kalau kamu mau ikut ayo bersama denganku!”

Dean menolehkan kepalanya sekarang ke Sam.

Ponk!

Entah bagaimana, Dean nyaris tersedak air liurnya. Hohow! Lihat! Sam sedang mengenakan boxer berwarna hijau tosca dengan motif tanda cinta!!

Ssssammmy!! Hahahahah! Kau pasti bercanda! Kau tidak ingin berkeliaran di luar sana dengan mengenakan pakaian-tak-pantas-pakai seperti itu kan??? Jujur saja, Sam! Kau tampak konyol sekarang! Hahahah!! Bagaimana mungkin kau akan mengalungkan kameramu lalu dengan memakai kolor seperti itu ke sana-sini...”

“Huh! Sirik tanda tak mampu! Daripada kamu, sudah sampai di sini masih saja pake jaket kulit! Memangnya sini kutub apa!”

“Hahahahahahaha!!”

“Oh, sudahlah. See ya, Dean!”

Dean masih ngakak-ngakak keras ketika Sam menutup pintu. Saking kerasnya Sam masih bisa mendengarnya dari pintu yang dia tutup. Huh! Dean memalukan sekali sih! Biarin saja! Tapi memangnya apa ada yang salah dengan penampilan Sam?? Rasanya tidak. Normal saja kalau dia memakai seperti itu. Dia kan mau pergi ke pantai. Sam memang sudah berubah menjadi orang yang tak mau ambil pusing, dia langsung memakai pakaian itu dengan tujuan dia tidak perlu ribet-ribet untuk ganti pakaian saat tiba di sana. Hanya satu tujuan! Langsung ambil foto!

Memang sih, mungkin boxer yang dipilihnya agak norak. Motif tanda cinta. (hmmph!)

Begitu keluar dari hotel, sesuai dengan peta yang dia bawa, Sam melangkahkan kakinya menuju ke sebuah pangkalan taxi. Dia kemudian masuk lalu bilang mau ke Kuta.

Perjalanan Sam memang cukup membuatnya sebal. Kemacetan terjadi. Rasanya dia tidak pernah mengalami hal seperti itu ketika dia liburan kemana-mana. Hah, jadi ingat dulu ketika dia dan Dean berburu hantu. Tidak bisa dibayangkan jika saat dia sedang dalam situasi gawat menuju ke kuburan untuk mengkremasi mayat malah jalan macet! Aduh, keburu setannya lepas!

Tonn Tooon...

Suara klakson berbunyi! Keras keras dan bising. Benar kan? Pakaian Sam langsung berfungsi untuk situasi saat seperti ini! Dia tidak begitu gerah hanya saja, uh.. sepertinya dia harus menunggu lebih lama.

Sam sedang memperhatikan petanya, dari peta, dia tahu dia harus berjalan lurus. Toon tiiin tooon tiiin..!! Uh, bising sekali.

Nggeeeeenggg!!! CIIIttt!

Hei! Tiba-tiba taxi yang ditumpangi Sam berdecit lalu membelok ke sebuah jalan kecil yang lumayan sepi.

“Sorry! Tapi kenapa anda berbelok?? Ini jalan yang salah!” protes Sam pada sopir.

Si sopir diam saja.

“Maaf! Anda mendengar saya??” Sam sudah tidak sabar lagi.

Si sopir masih tidak bergeming.

Anda tuli ya??” Sam mulai tidak sopan.

Si sopir malah makin mengencangkan laju taksinya.

Buk buk buk. Sam menabok pundak si sopir.

Si sopir kemudian menoleh.

Tak ada mukanya! Hei! Sopirnya ... Tidak ada mukanya!!

***
(check point)

Dean melenguh keras. Dia benar-benar stres, tidak tahu mau apa dan harus ngapain. Disambarnya peta yang tadi ditinggalkan oleh Sam kemudian alisnya bergerak-gerak seperti mengamati sesuatu.. GLODAK!!

SH*T!!

Dean lepas kontrol lagi. Dia sampai terperanjat mendengar suara yang mengerikan tadi. Sepertinya itu tadi suara ribuan perabotan yang dijatuhkan dari langit. Peta yang dipegang Dean sampai terjatuh karena dia terperanjat begitu.

“Oh my gosh! What happen with me!!” Dean bernafas lega sambil memegang keningnya begitu melihat bahwa suara tadi ternyata hanya berasal dari seekor kucing yang berlarian. Dean lalu menghampiri kucing itu. Kucing itu hanya menampilkan tampang innocencenya kepada Dean seolah mengatakan sori Dean, sudah membuatmu kaget.

“Kucing manis kucing baik, kamu mau ngapain disini. Ini kamar hotel. Darimana kamu datang??” Dean menarik kucing berwarna kuning itu kemudian membawanya ke sebuah sofa lalu Dean merebahkan diri dan kucing itu ditaruh di dadanya sambil dielus-elus.

“Kau tahu? Sepertinya kau lebih baik daripada Sam. Seribu kali jauh lebih baik daripada dia.. Oh, sorry, kamu tidak mengerti bahasa Inggris ya?? Whatever, tapi kucing memang tak tahu bahasa mana pun, benar kan??”

Kucing itu hanya mengeong berusaha melepaskan diri dari elusan Dean yang terkesan amburadul.

“Kenapa buru-buru? Kau sudah membuat jantungku nyaris pecah. Kau tahu? Matamu mengingatkanku pada musuh besarku...”

“Miaw..”

“Ya, benar. Kau benar, dia adalah ‘seekor’ setan yang bahkan tidak lebih mengerikan daripada kamu. Bola bulu sepertimu jauh lebih mengerikan dari pada si iblis mata kuning..”

Dean masih saja berceloteh pada si kucing itu. Sepertinya Dean merasa kesepian hingga tidak tahu harus mengobrol dengan siapa... Dean memperhatikan mata kucing yang kuning dan menyeringai tajam. Kucing itu seolah mengingatkan Dean pada sejuta kisah kelam yang pernah dia lalui dulu... Tiba-tiba Dean merasa marah. Dia melihat dua mata yang sama dengan tatapan mata yang membuat hidupnya hampir saja hancur.

Ya, dua mata yang sangat keji. Kuning menyala. Bayangan itu tampak jelas bagi Dean. Mata itu. Mata yang sudah membuatnya gila. Sedetik kemudian, mata Dean tiba-tiba memerah. Dean bergetar dengan hebat. Tangan kirinya lalu memegangi bagian leher si kucing itu dan mencengkramnya kuat-kuat. Kucing itu meronta-ronta, tapi cengkraman tangan kiri Dean mencekik leher kucing tersebut. Sementara itu tangan kanannya yang tadi mengelus-elus kucing itu kini menggenggam, dua jari kemudian diacungkannya. Lalu dengan tanpa aba-aba Dean memundurkan tangan kanannya dan CROT!!

Tepat sekali mengenai dua buah mata kuning yang tadi ada di depannya.

“HAHAHAHAHA!!!”

Dean tertawa Iblis. Hei! Ada apa dengan Dean??? Kucing yang ada di dada Dean kemudian dilemparkan oleh Dean ke tembok hingga yang tersisa hanya suara lengkingan kucing yang sangat memilukan. Dua jari di tangan kanan Dean belepotan dengan cairan lengket yang sedikit menjijikkan.

“HAHAHAHAHAHA!!!”

Lagi-lagi Dean tertawa dengan keras. Dean bangkit dari sofa dengan mata yang masih memerah. Dean kemudian membanting kursi, meja, porselen dan semua yang ada di ruangan itu.

Tok.. tok.. tok...!
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Dean dengan langkah yang tidak biasa kemudian menghampiri pintu itu kemudian membukanya.

“Good night Mister! I heard some noise inside your room so I coming here. What’s wrong?”

Itu Ketut! Bodoh! Kenapa dia datang di saat yang tidak tepat? Dean dengan mata merah menyala kemudian mencengkram kerah baju Ketut.

“S.. sorry, Mister! What will you do?”

“Shut up!”

Ketut kemudian ditarik ke dalam ruangan yang sudah bergelimangan beling di sana dan di sini.

BUGGG!! Ketut pun dibanting keras ke lantai oleh seorang, yeah.. Dean!

“Apa yang salah, tuan?” Ketut mulai sadar bahwa ada yang tidak beres dengan Dean. Dean yang satu ini sepertinya kerasukan sesuatu!

“You seems like possessed by something, Mister!!” Ketut masih berkata-kata dan berusaha bangkit. Sial, tangan sebelah kirinya terkena pecahan beling. Saat Ketut bangkit, dia bisa melihat ceceran kucing yang remuk di tembok!

Menyadari situasi ini amat berbahaya, Ketut berusaha menjauh dari Dean dan keluar dari kamar. Ketut pun mengambil kesempatan, sebuah celah di sebelah kanan Dean. Dean tak mau kalah, kemudian dia meraih kerah baju Ketut bagian belakang dan menariknya. Breeettt, kain pakaian Ketut pun robek bagian belakangnya. Untung saja Ketut masih bisa berkelit. Tinggal beberapa meter lagi dari pintu kamar.

Bukk!!

Tiba-tiba Dean menendang Ketut!

“Arghh..” Ketut mendesis. Dia terjerembab dan dari mulutnya mulai keluar darah bercampur cairan bening.

“Ampun Tuan!” Ketut merasa takut, matanya mulai berkaca-kaca seolah dia mau dibunuh. Atau, memang mau dibunuh!

“Ghh..” Dean pun hanya mengeluarkan desis yang mengerikan, lalu salah satu kaki Dean menginjak kepala Ketut dan menekannya kuat-kuat!! Ketut meronta-ronta kesakitan.

“HAHAHAHAHAHAHA!!”

Tawa iblis keluar lagi dari mulut Dean. Kemudian dengan satu gerakan, Dean menaikkan kaki yang sedang menginjak kepala Ketut dan BUK! Kakinya dihujam keras-keras ke kepala Ketut. Kreek, seperti suara kerupuk yang diremas, kepala Ketut remuk.

***

Sam berlari menjauh dari sopir taksi bermuka rata yang mengerikan! Entah dia sedang berhalusinasi atau bagaimana dia tak tahu. Tapi saat ini kondisinya sangat payah, sebagaimana payahnya penampilan saat itu. Dia sedang berjalan menyusuri gang yang tidak dia kenal dan tentu saja, peta tidaklah bermanfaat sebab tidak ada gang yang digambarkan dalam peta itu. Dengan masih memakai boxer serta kamera yang menggantung, Sam berputar ke kanan, lalu kembali ke kiri.. Dan pusing!

Setiap jalan yang dia lewati dia masih merasa was-was, jangan-jangan sopir itu masih mengejarnya. Ya, tadi setelah Sam shock melihat sopir taksi itu, dia langsung berlari keluar dari taksi.

Sam kemudian berhenti di sebuah sudut gang. Di gang itu ada sebuah pintu pagar. Karena tidak ada pilihan, dia pun masuk ke pintu pagar itu. Ternyata di dalamnya sebuah lapangan.

“Oh, what the hell! Sebuah lapangan dan ini sangat luas! Tapi kenapa lapangan ini bergunduk-gunduk??”

Sam bergumam-gumam sendiri. Eits! Benar, ‘lapangan’ yang dia masuki memang agak ganjil. Ada gundukan di sana sini. HA?? Gundukan???

“ASTAGA!! Ini kuburan di Indonesia!! Oh, my..!! Benar-benar mujur sekali nasibku!”

Sam bersiap berbalik arah. Begitu dia menengok ke belakang.

JRENKKK!!!

Sebuah muka putih dengan dibalut kain putih disekelilingnya serta tangan disilangkan dan mata yang hitam melegam berdiri beberapa inci dari hidungnya.

Sam shock berat tapi kemudian dia memperhatikan ‘benda’ yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Dan beberapa menit kemudian dia tersadar bahwa itu adalah seseorang yang memakai kostum! Astaga! Ini kan Bali! Pasti dia adalah salah satu pemandu. Huff.. syukurlah! Tapi mengapa penampilannya lucu begitu? Ah, whatever, setidaknya dia bisa bernapas lega bahwa ada orang lain di kuburan ini!

“Astaga, maaf atas ekspresi saya barusan! Halo! Anda pasti salah satu pemandu di kuburan ini? Benar kan? Ya, saya John. Niels John, jadi... bisakah anda mengantarkan saya berkeliling melihat-lihat?”

“....”

“Ya, baiklah. Saya tahu anda pasti mau. So, I’ll ask you one question.. Mengapa anda berpenampilan seperti permen?? Rasanya tidak cocok pemandu berkostum ‘permen’ diletakkan di kuburan??”

Sam mulai menjepret beberapa foto mengambil gambar si pemandu yang aneh. Ya, Sam mengatakannya seperti permen sebab di ujung atas dan bawah dari pemandu itu diikat sebuah tali sehingga mengingatkannya pada permen.
“Uculno taliku..”

“Yes?? Anda barusan bilang apa??”

Sam mengernyitkan dahi tidak mengerti. Maklum, pemandu itu sepertinya memakai bahasa Indonesia. Padahal Sam kan bicara memakai bahasa Inggris!

Uculno taliku...

“I’m sorry. Are you speaking English?”

Uculno taliku..

“Yeah?? Bisakah kamu mengulangnya lebih pelan?”

Uculno taliku..

“I dont understand!”

Uculno taliku..

Pemandu bermata-hitam-yang-seperti-permen-dan-menyilangkan-tangannya tiba-tiba matanya merah menyala. Sam terkaget-kaget!

“Oh, my gosh! You must be SATAN!!!” Sam terpekik begitu sadar bahwa ternyata yang dihadapinya adalah setan! Setan pocong tepatnya! Tapi mana tahu Sam setan pocong! Akhirnya Sam mundur dan mulai berlari.

Uculno taliku..”

Setan itu mengejarnya. Sam meraih saku boxer berusaha mencari sesuatu. Yeah! Ada botol dengan pure-water! Syukurlah dia tidak lupa membawanya!

CIPRASSS...

Sam menyipratkan isi botol itu ke arah setan pocong...

Hei....
Tidak mempan!!

“Uculno taliku..”

Sam menjerit panik! Iblis jenis apa yang tidak mempan dengan air suci! Oh tidak ini buruk! Dia butuh senapan garam! Tapi mana mungkin dengan dia berpikir begitu senapan akan muncul di hadapannya.

Setan itu mengejarnya sambil terbang. Sam terus berlari. Ya! Ada pagar! Sudah terlihat! Wah! Ada rumah penduduk juga!! Perfect!

Sam kemudian melompati pagar. Huph!

“Help me!!”

Sam histeris dan untung saja ada sebuah gardu dengan orang-orang yang cukup ramai.

“Hei Mister! Anda kenapa! Mengapa anda panik begitu!?” tanya seseorang yang ternyata fasih berbahasa Inggris.

“Hhh.. hhh... Oh, thanks God! Ya, saya tadi dikejar SETAN!” pekik Sam.
“Calm down yourself, Mister!” orang itu kemudian menyuruhnya duduk. Sementara yang lain menyulingkan air dan memberikannya pada Sam. Ada juga yang memberikan Sam jaket dan selimut untuk menghangatkan diri.

“Apa yang tadi anda bilang? Setan?? Apakah benar anda serius?”

“Yeah! Buktinya ada di sini...”

Sam kemudian membuka file di kamera digitalnya lalu berusaha mencari hasil foto tangkapannya tadi. Astaga! Sebelas file yang dia tangkap tidak ada satu pun yang terlihat penampakan hantu! Hups! Baru kemudian file yang ke tiga belas muncul sesosok bayangan mengerikan dengan siluet putih bertebaran di mana-mana.

Orang-orang yang di situ pun tercengang sambil bergumam-gumam. Bleps, tiba-tiba kamera digital Sam mati.

ASTAGA!! Ini benar-benar di luar nalar. Mister, anda datang darimana? Mengapa anda bisa tersesat sampai kemari. Jarang sekali wisatawan bisa tersesat sampai ke sini..”

Sam kemudian mulai bercerita mulai dari sopir bermuka rata. Semua yang disitu mendengarkannya dengan seksama, tentu saja mereka mendengarkan orang yang bisa menerjamahkan omongan Sam. Bulu kuduk mereka makin merinding manakala suara burung hantu mulai keluar. Karena semua ketakutan, maka mereka memutuskan untuk pulang. Sam pun diantar menuju ke rumah seorang warga untuk diinapkan dan akan diantar pulang keesokan harinya...


HOTEL SARI INDAH, DENPASAR
Suasana di kamar nomor 14a sangat ramai. Disitu sudah ada police line dan beberapa wartawan menjepret gambar.

“.. Sebenarnya apa yang terjadi??”

“Kami juga belum tahu pasti, dugaan sementara adalah pembunuhan..”

Gumam-gumam seperti itu terdengar di sana-sini. Semua yang di situ meributkan perihal mayat yang tergeletak dengan kepala yang hancur serta bangkai kucing yang tidak jauh dari mayat itu. Ya, mayat Ketut. Kasihan dan mengenaskan pula.

Sebuah mobil Carry datang. Ternyata itu Sam. Sam mengernyitkan dahi begitu dia melihat kerumunan orang di depan pintu kamar hotelnya.

Excuse me?? What happen??” Sam langsung bertanya. Semua menoleh ke arah Sam dan dua orang berpakaian sekuriti kemudian menangkapnya.

“Hei.. hei.. Ada apa ini??”

“Tenang, kami hanya ingin meminta penjelasan dari anda saja...”

Sam kemudian digiring menuju ke kantor satpam.

***

“Saya benar-benar tidak tahu! Pembunuhan?? Mayat?? Siapa yang anda maksud??”
Sam bertutur keras. Dia masih sedikit shock tentang berita bahwa pemandunya, Ketut mati secara mengenaskan.

“Anda menginap di sini bersama teman anda, Brown Sposito. Di mana Mr. Sposito sekarang?” seorang petugas berjambang menanyainya serius. Brown? Ah, ya.. tentu maksudnya Dean.

“Saya tidak tahu. Saya semalam berjalan-jalan. Dan saya menyanggah jika De.. maksud saya, Brown melakukan itu. Saya kenal dia! Dia tidak mungkin membunuh! Apa motifnya membunuh pemandu??”

“Kami harap anda tidak berbohong, Mr. John..”

“SAYA TIDAK BERBOHONG!!”

“Tapi kami menemukan dua pucuk senapan..” seorang petugas juga menyambangi.

“Itu hanya SENAPAN GARAM!

“??” para petugas di situ mengernyitkan dahi. Senapan garam??

“Maksud saya, itu hanya senapan mainan yang tidak sungguh-sungguh. Kami akan menggunakannya untuk bermain di wahana!”

“Sayang sekali. Meski alasan anda itu benar, tapi sidik jari teman anda bertebaran di mana-mana. Dan lagi pula, di mana teman anda??”

“Saya benar-benar tidak tahu!”

“Baiklah. Kalau begitu untuk sementara anda kami bebaskan dan kami juga mohon bantuan anda untuk bekerja sama dengan kami mencari teman anda. Ini untuk menyelesaikan kasus ini dengan lebih cepat!”

Sam mengangguk. Kemudian dia dibawa keluar dari ruang pemeriksaan. Sam masih tidak percaya. Dia meragukan fakta bahwa Dean membunuh?? Mungkin bagi dia dan Dean tidaklah asing untuk urasn bunuh membunuh. Tapi mengapa Ketut?? Mengapa dia yang musti dibunuh?? Ada masalah apa antara Dean dan Ketut???

*updated post*

Sorotan mata tajam itu terasa asing bagi siapa pun yang melihat. Sosok agak tinggi, dengan langkah yang sangat maskulin. Dean berjalan menyusuri sebuah lorong. Tatapannya dingin. Masih dengan mata yang merah menyala dia berjalan menyusuri sepanjang lorong gang itu. Tangannya lengket dengan cairan kuning-kental yang sudah mulai mengering.

Entah Dean hendak ke mana, tetapi dia masih menyusuri jalan demi jalan. Kemudian dia tiba di sebuah jalan raya. Suasana malam itu sangat dingin, tetapi orang-orang masih ramai dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing seolah-olah tidak ada bedanya dengan kehidupan di siang hari. Bulan purnama nampak tergantung di langit, kadang-kadang terdengar suara burung hantu tetapi tentu saja ditenggelamkan oleh hingar-bingar suasana kota yang sangat padat.

“Hey! Watch out!”

Seseorang membesutkan bibirnya begitu Dean dengan langkah dingin menabrak bahunya. Dean hanya menyeringai sambil mengacungkan simbol f**k. Untung saja orang itu tadi tidak memperdulikannya (atau tidak melihatnya).

Dean kemudian memasuki sebuah cottage. Di dalamnya tak kalah ramai dengan suasana di luar. Sepertinya justru lebih teramat ramai.

“Waitres...!!”

Dean membunyikan tangannya sambil memanggil seorang pelayan. Dia sedang duduk di sebuah meja kecil.

“Yeah, ada yang bisa saya bantu?” seorang pelayan wanita dengan kostum sangat sensual menghampiri Dean dan menyunggingkan senyumnya.

“Carlton cold filtered, please!” jawab Dean dengan masih sangat dingin.

“Baiklah..” pelayan ituu kemudian pergi sesaat setalah mencoret-coret sesuatu pada kertasnya.

Musik di cottage itu kemudian terdengar sangat keras. Dean hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil kakinya dinaik-turunkan mengikuti irama musik.

“Hey sexy!”

Dean mencolek seorang wanita yang lewat. Wanita itu bukannya menggampar Dean malah seperti keasyikan begitu melihat siapa wajah yang berani kurang ajar dengannya.

“Hey seeker...” si wanita itu malah dengan murahannya melayani godaan Dean. Dasar wanita kampungan! Dia kemudian mendekati Dean dan duduk di paha Dean.

“Would you be my p*ssy for tonight, eh..?” Dean pun meraba-raba si wanita itu dengan makin berani begitu tahu bahwa dia tidak salah memilih ‘teman ngobrol’.

“All for you, mister handsome!” Si wanita rendahan itu kemudian merangkul Dean sambil ikut-ikutan menggerakkan tubuhnya.

“Excuse me..” seorang waitress tiba-tiba datang sambil membawa baki dengan sebuah botol bertuliskan ‘Carlton Cold Filtered’ di atasnya.

“Yeah, put on there, please!” kata Dean sambil mengacungkan jari ke meja, sementara, yikes! Cih, Kau pasti muntah jika melihatnya sekarang! Bayangkan saja! Dean sedang bercumbu mesra dengan si pelacur itu! Waitress yang tidak ingin berlama-lama kemudian pergi meninggalkan keasyikan Dean dengan pelacur murahan itu.

“Honey.. aghh.. I’m yours nowwghh...”

***

Sam panik.
Dia tak tahu harus mencari Dean ke mana lagi. Setiap ada bar pasti dia masuki namun tidak ada batang hidung Dean sama sekali. Akhirnya Sam memutuskan untuk pergi ke rumah Ivory. Mungkin saja dia ada di sana.

“Damn Dean!!”

Gerutunya sambil meremas peta dan memasuki taksi. Dan semoga saja kali ini sopirnya tidak bermuka rata. Untuk memastikannya, maka Sam kini naik di kursi depan. Pyuff.. syukur, ada ‘mukanya’!

“Yes, mister. Where is our destination?” si sopir ini menanyai Sam dengan ramah. Syukurlah! Semua normal!

“Follow this adress please..” Sam kemudian menyodorkan secarik kertas tempat apartement Ivory.

“Okay..”

Taksi pun melaju pelan-pelan. Sam memperhatikan sekeliling kemudian merogoh saku jasnya (sekarang dia sudah berpenampilan wajar). Dibukanya PDA yang baru dibelinya kemarin dan mulai browsing. Ya, maklumi saja. Sebab laptopnya juga diketemukan hancur berkeping-keping. Sam benar-benar dongkol. Tidak tahu harus ngapain. Yang jelas, jika Dean ketemu, dia akan memberinya hukuman!

Sepanjang perjalanan itu Sam menghabiskannya dengan mencari ‘iblis’ yang tadi menghantuinya. Sam sangat penasaran. Baru kali ini ada varian demon yang unik! Dia mengetik keyword ‘pocong’ yang entah dia juga tidak tahu artinya apa. Secara dia bule, jadi sebetulnya tadi Sam sempat memperkirakan bahwa pocong berasal dari kata-kata prancis. Tak heran jika Sam sempat malu ditertawakan penduduk saat mengeja pocong: “I’m almost napped by piezzongg!!”

Tidak lama kemudian, Sam sampi di apartemen yang ditujunya. Lumayan besar. Setelah keluar dari taksi, Sam sempat mengabadikan potret apartemen yang nampak mewah dan elegan itu. Dia kemudian memasuki apartemen.

Ruangan Vd-XII
Sam mengetuk pintu ruangan berlabel Vd-XII. Lalu seorang wanita membuka pintu.

“Hello, my little Brother!” itu suara Ivory. Dia nampak terkejut dan senang menyambut kehadiran Sam.

“Oh, hello, Ivory!”

“So..?? Where is Dean?” Ivory nampak menoleh kanan dan kiri seperti berharap Sam datang bersama orang lain.

“Yeah, I want to tell you something. May I go inside?”

“Sure, come on!”

Ivory mempersilakan Sam masuk. Bagi Sam, sebenarnya dia canggung untuk menemui Ivory. Tapi bagaimana lagi? Sepertinya hanya dia satu-satunya harapan yang tahu di mana Dean berada. Secara tadi Ivory justru menanyakan Dean di mana, ini berarti Dean tidak di tempat Ivory. Tapi setidaknya Sam bisa memperoleh dimana lokasi bar-bar di Bali.

“Yeah, Sam. Katakan? Apa kalian ada masalah??” Ivory memulai pembicaraan setelah menuangkan kopi hangat.

“Sebenarnya tidak juga, Ivy. Aku ke sini mencari Dean.”

“What?? You must be kidding! Dean is notta childa! You meant that he’s lost in somewhere, huh?”

“Ehm, bukan itu. Aku tidak tahu harus memulainya darimana. Tapi Ivory, Dean menjadi buronan!”

“APA?? Buronan?? Buronan polisi maksudmu?? Tidak lucu, Sam. Kalian baru saja tiba hari ini dan secepat itu Dean menjadi buronan??”

“Serius, Ivy! Aku juga shock. Tapi Ketut, pemandu kami tewas dibunuh seseorang. Dan seseorang itu meninggalkan sidik jari di mana-mana. Sidik jari itu adalah sidik jari milik..”

“Cukup! Aku sudah paham maksudmu. Aku tidak mau ikut-ikut. Sebaiknya kau cepat pergi!”

“Ivy! Tenang! Ini tidak ada hubungannya denganmu, juga aku! Sebaiknya..”

“Sudah cukup! Sam, I cant help you now. So, its better for you to get out from here!”

“Ivy! Kuharap kau mau membantuku!”

Tiba-tiba Ivory bangkit sambil menarik lengan Sam dan menyeretnya keluar.

“Aku tidak mau terlibat urusan ini! That’s your bussiness!”

Sam terpatung melihat Ivory tampak mengusirnya dan seolah-olah dari tadi ambisi sekali untuk mengusirnya cepat-cepat. Sam sedikit curiga, mengapa Ivy begini. Setahu dia, jika Dean ada masalah, Ivory pasti akan ikut membantu. Seperti kejadian dulu ketika Dean secara tidak sengaja memecahkan porselen antik milik bibi Ivory, Ivory langsung menggantinya dengan yang baru. Tapi kali ini, kenapa dengan Ivory?? Ada apa dengan Dean??? Aghhh!! Ini semua terlalu kompleks.

Sam akhirnya lemas berdiri di trotoar. Mematung sambil berharap Dean muncul di hadapannya. Tapi itu mustahil!

***

“Honey.. I like your vicious!” pelacur murahan itu memuntahkan kata-kata yang menjijikkan. Dean dan si pelacur itu sedang berduaan di dalam sebuah kamar. Mereka saling tertutupi selimut di ranjang. Dasar wanita gila!

“I like you my p*ssy...”

Dean kemudian menyalakan cerutu.

“My heroes!”

Pelacur itu masih saja merengek-rengek. Ada nada senang dari suaranya.

Dean masih dengan mata merah kemudian dengan gerakan tiba-tiba menyundutkan cerutu yang masih menyala itu ke mata si pelacur.

“F**K YOU!! S**T!! OH!!! B**CH...!!!”

Si pelacur terperanjat dari ranjang dan menjerit-jerit kesakitan begitu matanya yang sebelah kanan di sundut oleh Dean! Ohh! Pasti itu sangat PANAS!! Matanya mulai mengeluarkan darah!! Si pelacur itu kemudian menjauh ke tembok. Dia merapatkan diri. Dia tahu situasi ini tidak baik untuknya!

“Oh!! Please! You should exit now! You should not paid!!”

“No! I WANNA MORE..”

Dean kemudian mendekati si pelacur itu kemudian dengan beringas menggigit bibir si pelacur itu. Wanita itu kemudian mulai menangis. Bagaimana tidak? Matanya yang sebelah kanan sudah rusak! Dan kini bibirnya sobek!

“HELPP!!!”

Wanita itu meronta sambil berusaha melepaskan dekapan Dean yang sungguh benar-benar tidak mencerminkan Dean yang biasanya.

BUGGG!!!!!!

Sebuah bogem diluncurkan pada si pelacur itu dan disambut dengan jeritan histeris Si wanita begitu sadar tiga buah gigi depannya rontok langsung menjerit! Darah mulai tercecar di mana-mana.

Dean kemudian membopong si wanita itu.

“Noo!! Please!! Noooo!!!! HEEEEEELPPPP!!”

Wanita itu berusaha sekuat mungkin menyelamatkan diri. Tapi dia tidak bisa berbuat banyak dengan monster yang berada di hadapannya.

“HIYYAAAAAAAAAAAA..”

Dean melenguh keras bagai kuda yang mengamuk. Dilemparkannya wanita itu dengan sangat kuat ke lantai. Wanita itu kemudian pingsan (atau mati??). Dean tertawa keras. Ditinggalkannya wanita itu sendiri di ruangan yang cukup pengap.

Begitu Dean keluar ruangan, dia segera meninggalkan cottage itu sambil tertawa-tawa.

Dean benar-benar bukan Dean!

Ada apa dengan dia??

Sungguh sangat keterlaluan. Tidak biasanya Dean berbuat setega ini. Sadis! Sangat sangat sadis!

Dean melangkahkan kakinya. Meneruskan perjalanannya. Apakah kini dia menjadi pemburu manusia?? Oh! Tidak mungkin! Ini pasti suatu kesalahan. Dengan langkah yang mantap, Dean kemudian memasuki sebuah gang lagi.

“DEAN!!”

Seseorang tiba-tiba berteriak.

Hey, itu Sam!

“Dean!! Wait!! Deaan!!”

Dean terhenti langkahnya. Ekspresinya dingin.

Sam kemudian berhasil menghampiri Dean. Hff! Tidak sia-sia dia mengikuti peta untuk menuju ke sebuah cottage.

“Dean!! Akhirnya..” ujar Sam dengan nafas masih tersengal-sengal dan dia meletakkan tangan ke pundak Dean agar Dean bisa membalikkan badannya. Dean memang sedang membelakangi Sam.

“HIYAAA!!!!”

Tiba-tiba Dean menarik tangan Sam dan membanting tubuh Sam ala karate.
What?? Lagi?? Sam terjerembab ke tanah. Untung saja bukan aspal!

“Ough! *cough cough*... Dean!! Kau kenapa!”

Dean kemudian meletakkan kakinya ke punggung Sam yang masih terjerembab. Lalu dengan gerakan pelan, dia mengangkat kakinya ke atas tinggi-tinggi. Dan...

“STOP!!”

Suara itu menggelegar dengan keras. Sesosok bayangan dengan pose mengacungkan sesuatu ke arah Dean mendekat. Dean menoleh lalu dengan gerakan dingin mendekati bayangan samar-samar itu.

“STOP!! Jangan mendekat! Atau kau akan kutembak!”

Suara itu kini nampak bergetar. Sementara Sam mulai bangkit perlahan sambil mengerjap untuk mengembalikan pandangannya yang setengah kabur.

“STOP!” lagi-lagi suara itu menggelenggung (atau lebih tepatnya mirip suara seseorang yang akan menyetop metromini!).

“Hhh...” Dean hanya mendengus. Lalu dengan gerakan seperti serigala, Dean meloncat dengan penuh tenaga! Hwow!! Dia menyergap sesosok bayangan itu.

Bugg!!

Keras sekali tiba-tiba dari belakang Sam menghujamkan bogem mentahnya ke punggung Dean sehingga Dean berbalik menoleh ke belakang. Dean memutar kepalanya! Gerakannya mengerikan!

“Mr. John! Orang ini sedang KESURUPAN! Hati-hati!!” suara itu menjadi lebih familiar sekarang! Hey lihat! Itu orang yang menyelamatkan Sam saat dia berada di pekuburan!

“What???” Sam mendelik tidak percaya. Wow! Jadi ini mengapa Dean bisa sampai setega itu membunuh Ketut! Astaga! Bagaimana mungkin bisa!

“Ghh..” geraman Dean makin kuat. Gigi-giginya bergemeletuk dan sorot mata Dean sangat tajam! Wow! Mata merah Dean yang sangat mematikan!

“Wowowow... De.. I mean, Brown! Lets wake up!! You must be kidding!!”

Sam kemudian memundurkan langkahnya. Tangannya berada di belakang. Dia sedang merogoh sesuatu!

“HIYAAAAAA!!!!!” Dean memekik keras. Lalu dia meloncat dan siap menyergap Sam.

Sink. Dengan gerakan slow-motion, Sam mengambil senapan garam mini! Diacungkannya pada Dean yang sedang melayang beberapa inchi dari hidungnya dan..

TAR!!!

Suara senapan dibarengi lenguhan keras mengerikan dari Dean. Dean terpental mundur dan Sam kemudian mundur.

Mempan! Syukurlah!

Dean terjerembab di tanah kali ini. Dia sudah terkulai. Tidak nampak sesuatu yang lebih mencurigakan. Sam dan seseorang-yang-telah-menolongnya mendekati Dean.

“Oh! You kill him!” seseorang itu bergetar.

“No no no no... He’s not dead anymore. Dia hanya pingsan. Aku hanya memakai ‘senapan garam’” ujar Sam menenangkan orang itu.

“Oh! Thanks God..”

“Hey, what’s your name? Mengapa kamu bisa sampai di sini!?”

“I’m Made. Sorry, for late introduction..”

“Yeah.. so! I dont know what the kind of this demon.. Would you explain me??”

“Aku juga tidak tahu, tetapi aku tahu kalau sebenarnya dia kesurupan. Dan itu jarang sekali terjadi di sini kecuali..”

“Except what??”

“Kecuali ada..”

Zap!! Tiba-tiba mata Dean terbuka. Matanya kini lebih melotot dan lebih merah dari yang tadi. Grabb!! Tangannya mencekal kaki Sam. Sam terkaget!!

What?? Ternyata senapan itu tidak mempan!

Check point

Sam setengah terpekik. Made kemudian berusaha menarik Sam dari cekalan tangan Dean. Dengan pistol asli (bukan senapan garam seperti milik Sam), Made mengacungkan pistol itu ke tangan Dean yang sedang memegangi kaki Sam.

“No! Dont shot him! He’s my brother!” Sam kemudian memekik pada Made.

Made pun bimbang, antara menembak atau tidak. Sementara mata Dean masih memerah dan berusaha meraih Sam. Keringat dingin Sam mulai mengucur.

“HIYAAAAA!!!!”

Dean kemudian meloncati Sam lalu menyergap Made. Wow! Gerakannya sangat cepat hingga Made tidak bisa berbuat banyak.

“Oh tidak!” desis Made.

Dean lalu menghajar Made habis-habisan. Ditendangnya ulu hati Made hingga Made terjungkal ke belakang, terjerembab dan dari mulutnya keluar darah.

HAHAHAHAHAHAHAHAH!!” Dean tertawa keras.

Sam bangkit lalu menangkap Dean dari belakang.

“HIYAAAAAAAA!!!” lagi-lagi Dean lebih gesit. Dia membanting Sam ke depan sama seperti yang telah dilakukannya tadi. Sam lagi-lagi terjerembab. Sam kemudian merogoh sesuatu lagi di jasnya.

CIPRASS...

Dilemparkannya air suci ke tubuh Dean. Dean kemudian meronta-ronta. Asap dari tubuhnya keluar banyak sekali. Wow! Amazing, batin Sam. Akhirnya mempan juga!

Dean kemudian terjatuh. Tergeletak tak berdaya, sama seperti tadi, tapi kali ini dengan tubuh yang melepuh penuh dengan asap.

Sink!

Tiba-tiba mata Dean melotot lagi, lalu dengan gerakan cepat, Dean kembali bangkit dan melepas sabuk yang dipakainya.

Cetar!!

Keras sekali bunyi sabuk yang dilecutkan di udara. Dean mendekati Made dan Sam. Lalu Sam mengisyaratkan Made untuk lari. Satu dua tiga..! Yap! Mereka berdua bangkit untuk berlari.

Srrllpp...

Dean mengibaskan sabuknya!

Sayang! Made kurang cepat sehingga sabuk Dean menjerat leher Made.

“Help me!!”

Sam terhenti dan menoleh ke belakang... Astaga! Made tercekik oleh sabuk Dean!

“HAHAHAHAHAH!!!” tawa iblis Dean lagi-lagi membahana. tampaknya dia ingin menikmati cara membunuhnya kali ini.

Dengan gerakan kasar, Dean kemudian menendang Made hingga Made terjerembab ke bawah tapi lilitan sabuk dilehernya masih tetap menjerat dengan kuat. Made pun merasa tidak bisa bernapas.

Lalu Dean menarik sabuknya hingga tubuh Made TERANGKAT!!!! Mata Made pun melotot dengan bulat dan sangat besar!! Kesempatan itu lalu digunakan Dean untuk.. Oh tidak!! Dua jari jemari Dean mengacung dan... CROTTT!!!! Ough!! Tepat mengenai kedua mata Made. Made pun menjerit! Tapi jeritannya tertahan karena lilitan di lehernya sangat erat. Sementara Sam hanya bisa terbisu memandangi pembunuhan sadis oleh kakaknya. Oh tidak. Ini pasti hanya fatamorgana atau ilusi saja! Sam tidak berani mendekat, sebab Dean benar-benar terlihat seperti monster yang lapar!!

Tangan Dean belepotan dengan darah!

Dan dengan gerakan tiba-tiba, krek! Kepala Made diputar hingga terbalik dan dilemparkannya Made ke sebuah tiang. BUGG!! Hanya itu suara yang bisa didengar terakhir kali.


***

“Oh, hapus yang ini Sam! Aku tidak suka bagian yang ini!” seru Dean kepada Sam.

“Oh, tidak, Dean! Kau tidak boleh protes! Ini salah kamu sendiri tidak mengizinkan aku ke Bali!” tangkis Sam.

“Kau tidak harus pergi ke sana hanya untuk mengarang cerita seperti ini, kan Sam?? Dan lagi pula aku tidak sesadis ini!” Dean kemudian bangkit dari kursi dan menumpuk naskah di samping laptop Sam.

“Tapi sebagai jurnalis, aku harus bisa merasakan langsung keadaan di luar sana untuk mendapat inspirasi Dean!”

“Apa laptopmu itu kurang cukup?? Dari situ kau cukup duduk dan kau sudah bisa menjelajah ke mana pun! Dan thanks sudah bikin aku malu habis-habisan di ceritamu ini, Sam! Untung saja impalaku tidak benar-benar kucat seperti yang ada di ceritamu ini!”

“Kau bilang cukup dengan laptop? Oh, jerk! Sudahlah! Aku sudah terlalu malas berdebat dengan kakak dungu sepertimu!”

“My gosh! Come on! Mungkin bulan depan kita bisa liburan. Tapi untuk bulan ini, aku tidak mengizinkanmu ke mana-mana! Dan kurasa karyamu ini bisa menjadi juara dalam kompetisi menulis di universitasmu!” Dean mencoba menghibur Sam.

Yeah... Setelah berdebat cukup panjang dengan Sam kemarin, yang semula Sam kira bisa memenangkan perdebatan itu dan nyaris Sam sukses berangkat ke Bali, ternyata Dean punya cara lebih licik. Dia membakar paspor milik Sam. Yah, mau tidak mau, Sam akhirnya menjelaskan bahwa dia sedang mengikuti kompetisi menulis di universitasnya. Dan dia akan mengambil tema hantu dari indonesia. Sam hanya sebatas tahu beberapa macam hantu dari Indonesia yang berhasil dia dapatkan informasinya dari internet dan ingin langsung menanyai orang-orang di Indonesia

Sam memang sudah masuk ke universitas setelah dia dan Dean memutuskan untuk berhenti hunting!

Yap.. yap! Dan sekarang Sam sedang berusaha mengejar impian barunya menjadi seorang jurnalis!!

“Satu lagi Sam! Kuharap jangan gunakan nama Dean dan Sam dalam ceritamu itu!”

“TIDAK DEAN!!”
-- FIN --

--------------------------------------------------------------------------------
A
uthor Notes: Kalau ada yang kelewat OOC maklumin aja ya! Secara ini tidak menilik jalan cerita asli secara baku! Hagagaga..

by ZamTheDreamer (visit) loves Ava Wilson!